
Tjandra Sridjaja Deklarasikan Diri sebagai Calon Ketua Umum AAI
Tjandra Sridjaja Pradjonggo, seorang guru besar kehormatan bidang ilmu hukum dari Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Semarang, telah mendeklarasikan diri sebagai calon ketua umum Asosiasi Advokat Indonesia (AAI) untuk periode 2025-2030. Deklarasi ini dilakukan menjelang Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Dewan Pimpinan Pusat (DPP) AAI yang akan digelar pada 31 Oktober 2025.
Dalam sambutannya, Tjandra menekankan pentingnya rekonsiliasi antara tiga kepengurusan yang ada saat ini. Ia berharap proses rekonsiliasi yang akan berlangsung pada 31 Oktober 2025 dapat berjalan dengan lancar dan sukses. "Siapapun yang terpilih, kita semua wajib mendukung ketua umum terpilih. Harapan saya adalah rekonsiliasi tersebut berjalan mulus," ujarnya pada Jumat (3/10/2025).
Tjandra juga berharap agar rekonsiliasi antara tiga kubu pimpinan AAI—Palmer Situmorang, Ranto Simanjuntak, dan Arman Hanis—dapat mempersatukan kembali organisasi tersebut. Ia mengkhawatirkan jika rekonsiliasi gagal karena kepentingan pribadi atau alasan yang tidak jelas. "Kita perlu meningkatkan soliditas dan solidaritas dalam arti kita tingkatkan rasa keguyuban dan kebersamaan tanpa memandang perbedaan. Harapan saya dengan solidaritas ini, kita bisa kikis rasa ketidakadilan yang dirasakan sangat timpang," tambahnya.
Bantuan Hukum 24 Jam untuk Masyarakat
Jika terpilih, Tjandra berencana membuka layanan bantuan hukum gratis (probono) selama 24 jam. Layanan ini bertujuan agar masyarakat, terutama mereka yang tidak mampu maupun termarjinalkan, dapat mengakses bantuan hukum kapan saja mereka butuhkan. Jakarta dan Surabaya akan menjadi dua wilayah pertama yang mendapatkan layanan bantuan hukum 24 jam tersebut.
"Saya akan mulai dari Surabaya dan Jakarta. Saya berharap layanan ini dapat dimanfaatkan oleh advokat junior yang sedang belajar dan magang, sambil memberikan bantuan probono dengan dibantu senior advokat secara bergiliran. Kita akan tentukan daftar jaga," jelas Tjandra.
Ia memilih Surabaya dan Jakarta karena kedua kota besar ini dinilai lebih siap dibandingkan wilayah lain di Indonesia. Namun, ia menegaskan bahwa pemberian bantuan hukum probono ke wilayah lain harus diperhatikan dengan matang agar dapat berjalan maksimal. "Akan disusul daerah-daerah lain nanti. Tentunya kami perlu inventarisasi lebih dulu apabila AAI sudah bersatu. Daerah lain perlu kita tinjau dan nilai kesiapan agar pembentukannya betul-betul maksimal dan tidak sia-sia. Memberikan bantuan hukum apabila tidak tepat itu tentunya juga tidak akan memberikan hasil yang baik," tambahnya.
Momentum Konsolidasi Menuju Munaslub
Ketua Panitia Deklarasi, Hendra Widjaya, menambahkan bahwa momentum deklarasi ini merupakan awal konsolidasi menuju Munaslub. "Kami berharap acara ini menjadi sarana persatuan, sehingga seluruh elemen AAI dapat bersatu untuk memperkuat marwah dan soliditas organisasi," tandas Hendra.
Perkuat Kapasitas Hukum di Lingkungan Pesantren
Mengomentari kasus robohnya musala di Pondok Pesantren Al Khoziny, Sidoarjo, Jawa Timur, yang menelan korban jiwa, Tjandra menekankan pentingnya memperkuat kapasitas hukum di lingkungan pesantren. Hal ini dinilai penting untuk memperkuat perlindungan hukum terhadap santri.
Tjandra mengakui bahwa pembentukan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pesantren pernah dibahas dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Ikatan Pesantren Indonesia, di mana ia ditunjuk sebagai ketua formatur. Namun, hingga kini realisasinya masih terkendala sumber daya manusia (SDM). Ia mendorong kolaborasi antara AAI dan pesantren dalam rangka pengabdian kepada masyarakat. "Sehingga pesantren tidak hanya menjadi pusat pendidikan, tapi juga pusat advokasi dan perlindungan hukum bagi umat," tutupnya.
Post a Comment