
Penyeragaman Waktu Tunggu Haji di Seluruh Indonesia
Menteri Haji dan Umrah Republik Indonesia, Dr. KH. Mochammad Irfan Yusuf, atau yang akrab disapa Gus Irfan, menyampaikan rencana untuk menyeragamkan waktu tunggu haji di seluruh provinsi Indonesia menjadi rata-rata 26,4 tahun. Rencana ini diajukan ke DPR sebagai solusi atas ketidakadilan dalam distribusi kuota haji yang selama ini terjadi.
Gus Irfan menjelaskan bahwa pembagian kuota haji antarprovinsi saat ini belum sesuai dengan amanat undang-undang. Oleh karena itu, ia telah mengajukan usulan kepada DPR agar kuota dibagi berdasarkan antrian per provinsi.
“Dengan sesuai antrian, maka antrian itu sama. Aceh sampai Papua sama 26,4 tahun semua, itu ada keadilan disana,” ujarnya saat ditemui setelah wisuda S3 di UIN Malang, Sabtu (04/10/2025).
Meski demikian, ia tidak menutup kemungkinan adanya metode campuran, yaitu sebagian berdasarkan jumlah penduduk dan sebagian lainnya berdasarkan antrian. Namun, ia menilai opsi itu belum sepenuhnya mencerminkan asas keadilan.
Prioritas Jamaah dan Biaya Haji
Terkait prioritas jamaah, Gus Irfan menegaskan bahwa 7 persen kuota telah dialokasikan khusus untuk jamaah lanjut usia. Saat ini, Sulawesi Selatan tercatat memiliki waktu tunggu terpanjang hingga 40 tahun, sedangkan Jawa Timur sekitar 30 tahun.
Mengenai biaya haji, ia menyebutkan kemungkinan adanya penurunan pada tahun 2026, meski angkanya belum ditetapkan.
“Ada angkanya, tapi Insya Allah turun (biaya haji, red),” tegasnya.
Sebagai perbandingan, pada 2025 pemerintah menurunkan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) sebesar Rp4 juta menjadi Rp89,4 juta dari sebelumnya Rp93,4 juta. Dari jumlah tersebut, jamaah membayar Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) rata-rata Rp55,4 juta atau 62 persen, sedangkan sisanya Rp33,9 juta ditutup dari nilai manfaat.
Pengelolaan Dana Haji yang Transparan
Dalam kesempatan itu, Gus Irfan juga menekankan pentingnya pengelolaan dana haji secara transparan. Ia mengingatkan jajarannya untuk mencegah segala bentuk kebocoran, mengingat Kementerian Haji mengelola dana perputaran hingga Rp20 triliun.
“Satu persen saja kebocoran itu luar biasa, satu persen sama dengan Rp200 miliar. Dan itu semua adalah dana rakyat, dana umat yang harus dipertanggungjawabkan dunia dan akhirat,” tegasnya.
Sebagai langkah pencegahan, pihaknya telah menjalin koordinasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kerja sama ini mencakup pendampingan penyelenggaraan haji hingga pelacakan rekam jejak pegawai kementerian.
Verifikasi Integritas Pegawai
Gus Irfan menegaskan bahwa setiap pegawai yang sudah maupun akan bertugas akan melalui proses verifikasi oleh KPK untuk memastikan integritasnya.
Post a Comment