MasRizky – Profesor dari Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (FK Unair) menggarisbawahi kepentingan mempertahankan kemandirian kollegium profesesi di bidang medis.

Pada konferensi yang diselenggarakan di FK Unair pada hari Kamis (12/6), sejumlah profesor mengungkapkan penentangan mereka terhadap campur tangan pemerintah ke dalam sistem kolegium. Mereka berpendapat bahwa kolemium merupakan fondasi penting untuk mempertahankan kualitas serta standar pendidikan kedokteran di tanah air.

Prof Dr dr David Perdanakusuma, SpBP-RE(K) mengatakan bahwa kolegium adalah bagian integral dari dunia kedokteran karena bertugas menjadi pusat pembelajaran dalam setiap bidang spesialisasi.

Dia menggarisbawahi bahwa Standar Kompetensi dan Ilmiah, seperti yang ada di bidang-bedah, bersifat universal dan tidak dapat dikuasai oleh suatu negara.

"Prinsip-prinsip dalam ilmu bedah bersifat konsisten baik di Indonesia maupun negara-negara lain. Pemerintah dapat mendukung serta menyokong, namun tidak boleh mencampuri atau menguasai sepenuhnya. Kolegium harus dikelola oleh para profesional yang memang memiliki keahlian di bidang tersebut," jelas David dengan tegas.

Dia juga menekankan peranan kolegium yang signifikan dalam menyusun ketiga Standar Utama bagi Dokter, yaitu ilmu pengetahuan, kompetensi, serta kurikulum.

Apabila dipandu oleh individu yang kurang ahli dalam bidangnya, hal ini bisa mengakibatkan keresahan dan gangguan pada perkembangan ilmu kedokteran di negeri kita.

"Jika seseorang yang tak pernah terlibat dalam dunia akademik turut campur tangan, bagaimana mungkin hasilnya menjadi optimal? Kini mereka mulai dipilih, kelak pengetahuan mereka pun akan diambil," katanya.

Selanjutnya, Prof Dr dr Joni Wahyuhadi, SpBS(K) menyebutkan bahwa bidang kedokteran sekarang menghadapi berbagai macam tantangan yang meliputi bukan saja aspek manajemen pendidikan, tapi juga berkaitan dengan standar layanan serta tingkat kepercayaan publik kepada para dokter lokal.

"Banyak penduduk kita masih lebih memilih pergi ke luar negeri untuk mendapatkan pelayanan kesehatan, meskipun kemampuan para dokter di negara kita sudah cukup baik. Intinya terletak pada sisi empati dan etika," ungkap Joni.

Menurut dia, kurikulum dalam pendidikan kedokteran perlu mengatur bukan hanya pengetahuan akademis saja, melainkan juga rasa simpati dan etika sebagai prinsip penting bagi seorang profesional dokter.

Dia mengutamakan pentingnya kerjasama diantara kolegium dan pemerintah untuk menyusun kurikulum yang melahirkan dokter-dokter berkualitas tinggi serta bermoral baik.

"Sebelumnya, kurikulum disusun oleh kolegium. Di masa mendatang, Kemenkes, Kemendikbud, Kemendagri, Kemenkeu, serta kolegium perlu bekerja sama dalam menghasilkan dokter yang berkualitas, terdidik dengan baik, memiliki empati, dan memegang etika," katanya.

Simposium ini adalah sebagian dari upaya bersama tujuh sekolah medis di Indonesia yang bertujuan untuk menentang campur tangan pemerintah dalam urusan kolegium.

Guru Besar FK Unair mengungkapkan dengan jelas bahwa kualitas dan profesionalisme dalam mendidik para dokter perlu dipertahankan melalui lembaga yang kompeten dan bebas dari pengaruh pihak lain.

Post a Comment

Previous Post Next Post