Keputusan Mahkamah Agung di Brazil menyebabkan perusahaan jejaring sosial dapat dituntut denda apabila tidak berhasil menghilangkan konten tertentu dari platform mereka. Tindakan tersebut menimbulkan keprihatinan akan potensi penegakan hukum yang melahirkan sensorship secara berlebihan.

Mahkamah Agung Brazil menyatakan pada hari Rabu (11/06) bahwa perusahaan jejaring sosial bisa dituntut untuk bertanggung jawab terhadap berbagai macam konten yang diposting oleh para pemakainya di platfom tersebut.

Putusan ini bisa jadi pintu pembuka untuk mengenakan sanksi finansial kepada perusahaan yang gagal melakukannya. menghapus unggahan pengguna tertentu di Brasil.

Sebagian besar, tepatnya enam dari sebelas hakim Pengadilan Tertinggi, setuju dengan keputusan itu. Akan tetapi, mereka masih belum menyetujui tipe konten mana yang harus dinyatakan sebagai tidak sah atau melanggar aturan.

Isu peraturan terkait media sosial menjadi semakin penting di Brasil pasca kejadian kerusuhan pada tanggal 8 Januari 2023, saat para pengikut bekas Presiden Jair Bolsonaro merusaki bangunan-bangunan pemerintahan di ibu kota negara, Brasilia.

Ancaman terhadap kebebasan berekspresi

Walaupun keputusan Pengadilan Tinggi Brazil mendapat pujian karena semakin memperkokoh kewajiban hukum terhadap platform digital, beberapa pakar menyuarakan keprihatinan bahwa hal tersebut dapat membuka pintu bagi penindasan informasi yang berlebihan. Karena kurangnya batas yang pasti tentang tipe konten apa saja yang dilarang, kemungkinannya adalah platform-platform itu akan memutus banyak materi secara massal agar tidak tertimpa sanksi hukum.

"Untuk menjaga area digital tetap aman dari materi berbahaya, kita harus memastikan bahwa hal itu tidak mengurangi hak untuk menyampaikan pendapat," ungkap Camila Rocha, seorang peneliti di Centro de Estudos da Mídia e Democracia São Paulo. "Perusahaan platform mungkin akan dipaksa melakukan overblocking ,menghapus materi yang memang valid atau bermanfaat dari sudut pandangan sosial karena khawatir akan adanya sanksi dana.")

Kecemasan ini muncul lebih jauh lantaran para hakim dalam keputusan itu belum mencapai kesepakatan mengenai jenis konten apa yang secara legal dinyatakan sebagai pelanggaran hukum. Ini menyisakan area tidak pasti yang luas bagi perusahaan untuk memutuskan sendiri bagian mana dari konten tersebut yang seharusnya dihapus.

Para pengamat mengingatkan bahwa jika tidak ada pembatasan atau sistem kendali yang jelas, platform tersebut dapat berubah menjadi "pembuat sensor pribadi" yang menetapkan sendirinya tentang apa yang pantas disampaikan dalam ruang publik digital.

Kapan putusan ini berlaku?

Rancangan peraturan hukum tentang media sosial ini bakal secara resmi berubah jadi undang-undang ketika semua hakim telah menyelesaikan proses voting mereka. Terdapat empat hakim lagi yang belum mengeluarkan suaranya.

Dari segi teknis, seorang hakim yang sudah menyuarakan pendapatnya masih dapat memodifikasi keputusan mereka, tetapi kondisi itu sangat tidak biasa.

Hingga kini, hanya seorang hakim bernama Andre Mendonça yang menegaskan ketidaksetujuannya terhadap perubahan hukum yang ada saat ini. Pendapatnya itu baru-baru ini dikabarkan seminggu yang lalu.

Mendonça mengatakan bahwa hak berekspresi di media sosial sangat krusial untuk memastikan penyebaran informasi agar dapat "memantau dan mendesak pertanggungjawaban dari institusi publik yang memiliki wewenang, seperti pemerintahan, tokoh-tokoh politis, serta platform digital."

Peraturan yang sedang diberlakukan sekarang menetapkan bahwa perusahaan jaringan sosial hanya bisa dituntut atas materi buatan pihak lain di platfomnya apabila mereka gagal untuk mencopot materi itu setelah ada instruksi dari pengadilan.

Seperti arus global, namun hambatan masih ada.

Putusan Mahkamah Agung Brasil ini mencerminkan tren global yang makin mendorong akuntabilitas platform digital, mengikuti jejak regulasi seperti Digital Services Act (DSA) di Uni Eropa yang mengharuskan platform untuk menangani konten ilegal secara cepat dan transparan.

Akan tetapi, Brazil mengalami berbagai kesulitan dalam menerapkannya. Di samping terbatasnya fasilitasi digital dan kemampuan moderasi lokal, aspek hukum serta politik di negera tersebut semakin memperkeruh situasi. Hingga kini, keputusannya belum menjadi final lantaran masih menanti empat suara hakim lagi. Lebih lanjut, rincian teknis yang dibahas di parlemen, misalnya mendefinisikan materi illegal, ambang batas tanggung jawab, dan mekanisme kasasi, belum disahkan.

Lucas Carvalho, seorang analis kebijakan digital dari Fundação Getulio Vargas, menyebutkan bahwa "Brazil telah melangkah dengan signifikan dalam arah regulasi digital yang lebih bertanggung jawab. Namun, apabila tidak dibuat dengan penuh perhatian, aturan tersebut mungkin membuka jalan untuk interpretasi hukum yang meragukan atau malahan dapat meningkatkan ketidakseimbangan kuasa antara pemerintah, platform teknologi, dan para penggunanya."

Dia menyebutkan bahwa langkah berikutnya harus mencakup partisipasi masyarakat sipil serta ahli independen agar dapat menggaransikan keadilan, keterbukaan, dan pemeliharaan hak-hak asasi manusia di lingkungan digital Brazil.

Artikel ini awalnya diterbitkan dalam bahasa Jerman

Diadaptasi oleh Rahka Susanto

Editor: Prihardani Purba

ind:content_author: Emmy Sasipornkarn, Jenipher Camino Gonzalez ((source: AP, Reuters))

Post a Comment

Previous Post Next Post