
Mas Rizky , Jakarta - Tembakau terkenal sebagai bahan utama rokok Biasanya tumbuh dekat bibir pantai, berguna sebagai pemecah ombak dan berdampak buruk bagi kesehatan. Namun, tembakau juga punya manfaat kesehatan bagi tubuh. Meski terbatas dan tak sebanding dengan resikonya.
Mengurangi stres
Salah satu cara mengurangi stres adalah dengan merokok. Sebab tembakau mengandung nikotin, jenis obat psikoaktif yang mampu mengubah suasana hati. Saat merokok dalam delapan detik nikotin mencapai otak, lalu melepaskan dopamin.
Dopamin mempengaruhi perasaan senang dan rileks. Selain itu juga meningkatkan fokus, melemaskan otot, dan menenangkan. Dibalik manfaatnya, efek merokok dapat meningkatkan stres. Mengonsumsi nikotin secara rutin dapat mengubah otak dan kecanduan.
Saat kebutuhan nikotin berkurang, perokok akan terkena gejala sakau. Sehingga semakin sering ia merokok, makin sulit berhenti. Metode mengurangi stres dengan tembakau tergolong negatif, sebab bersifat hanya sementara.
Kolitis Ulseratif
Dinukil dari Tobacco in Australia , penyakit ini dapat menyebabkan peradangan dan kerusakan permanen di lapisan usus dalam usus besar dan rektum. Perokok aktif justru memiliki risiko rendah terkena kolitis ulseratif, dibandingkan orang yang tak merokok. Semakin sering merokok, semakin rendah risiko.
Namun bila sudah mengidap kolitis ulseratif, merokok tak dapat bantu kondisinya. Sebaliknya, perokok malah berisiko lebih tinggi terkena penyakit Crohn, sejenis radang usus lainnya. Walaupun merokok dapat mengurangi potensi penyakitnya, juga tak dianjurkan sebagai pengobatannya.
Kanker Tiroid
Sejumlah penelitian menunjukkan merokok dapat menurunkan risiko terkena kanker tiroid pada wanita. Namun, hasil penelitian yang lain menunjukkan hasil yang berbeda. Ada studi yang menemukan dampak perlindungan hanya terjadi ke perokok pria, sementara penelitian yang lain tak menemukan hubungan apa pun antara merokok dengan risiko kanker tiroid.
Pada 2018, sebuah meta-analisis menunjukkan tak ada hubungan antara rokok dengan kanker tiroid. Hubungan antara keduanya, belum jelas. Sehingga diperlukan penelitian lebih lanjut, sehingga belum ada kesimpulan pasti.
Penyakit Parkinson
Sejumlah penelitian menunjukkan perokok punya risiko lebih rendah terkena penyakit parkinson hingga 61 persen, bila merokok dalam jumlah besar, seperti 30 bungkus per tahun. Diduga peran nikotin yang mempengaruhi risiko penyakit, meski buktinya belum konsisten dan ada faktor lain yang memengaruhi. Seperti faktor genetik juga memengaruhi hubungan penyakit ini, sebab gen terntentu punya kaitan dengan efek perlindungan.
Delfi Ana Harahap berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Post a Comment