Tantangan Bangsa yang Semakin Kompleks

Ketua Umum DPP Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII), KH Chriswanto Santoso, menyampaikan bahwa tantangan bangsa ke depan semakin kompleks. Hal ini tidak hanya berasal dari ancaman militer konvensional, tetapi juga ancaman non-militer seperti perang siber, disinformasi, radikalisme, hingga krisis energi dan pangan.

Pernyataan tersebut disampaikan dalam peringatan Hari Ulang Tahun ke-80 Tentara Nasional Indonesia (TNI). Menurutnya, TNI harus adaptif dan inovatif dalam menghadapi perang non-konvensional di era modern.

“TNI harus tetap waspada, tidak boleh lengah, dan selalu menempatkan kepentingan rakyat di atas segalanya. Profesionalisme harus berjalan beriringan dengan penguatan moral dan spiritual prajurit,” ujar Chriswanto.

Kekuatan Moral dan Spiritual Prajurit

Dia menambahkan bahwa prajurit yang berada di garis depan perlu dibekali iman dan takwa agar tetap sabar dan menggunakan hati nurani dalam menjalankan tugas, baik di medan konflik maupun di masa damai.

Selain itu, Chriswanto menilai penting adanya sinergi antara TNI dan ormas keagamaan dalam membangun ketahanan bangsa. “Kami berkomitmen mendukung TNI melalui pembinaan generasi muda agar berkarakter religius, nasionalis, dan cinta tanah air. Kekuatan bangsa tidak hanya ditentukan oleh alutsista modern, tetapi juga oleh akhlak, iman, dan keteguhan moral rakyatnya,” ujarnya.

Netralitas dan Kesetiaan TNI

Dia juga mengingatkan agar TNI senantiasa menjaga netralitas dan kesetiaan pada konstitusi, bukan pada kepentingan politik jangka pendek. “TNI harus netral, tegak lurus pada UUD 1945, dan menjadi pengawal demokrasi. Kesetiaan TNI hanya kepada rakyat dan Negara Kesatuan Republik Indonesia,” tegasnya.

Momentum Penting untuk Refleksi

Sementara itu, Ketua DPP LDII, Prof Singgih Tri Sulistiyono, menilai peringatan HUT ke-80 TNI menjadi momentum penting untuk merefleksikan perjalanan panjang TNI sejak berdiri pada 5 Oktober 1945 hingga kini menjadi institusi pertahanan modern.

Menurutnya, TNI telah melalui berbagai fase penting, mulai dari masa revolusi, era konsolidasi, hingga reformasi yang menandai kembalinya militer ke jalur profesional. “Sekarang TNI bergerak menuju militer profesional yang modern melalui modernisasi alutsista, peningkatan kualitas SDM, dan keterlibatan dalam diplomasi pertahanan global,” ujar Singgih, yang juga Guru Besar Sejarah Universitas Diponegoro (UNDIP) Semarang itu.

Tema HUT ke-80 TNI yang Sejalan dengan Jati Diri

Singgih menilai tema HUT ke-80 TNI tahun ini yang menekankan profesionalisme, modernisasi, dan kedekatan dengan rakyat sejalan dengan jati diri historis TNI. “Profesionalisme berarti netralitas dan peningkatan kualitas prajurit. Modernisasi adalah syarat menghadapi ancaman baru, sedangkan kedekatan dengan rakyat adalah pengingat jati diri TNI sebagai tentara yang lahir dari rakyat dan untuk rakyat,” jelasnya.

Visi TNI yang Mengusung Jargon PRIMA

Singgih juga menyoroti visi TNI yang mengusung jargon PRIMA (Profesional, Responsif, Integratif, Modern, dan Adaptif) sebagai kelanjutan dari identitas historis TNI sejak 1945. “Sejak awal TNI responsif dan adaptif, bertransformasi dari laskar rakyat menjadi tentara nasional. Kini, dengan tantangan global seperti ancaman siber dan geopolitik Indo-Pasifik, TNI harus makin modern dan adaptif,” pungkasnya.

Post a Comment

Previous Post Next Post