Beras Fortifikasi Bansos Resmi Didistribusikan, Bapanas Pastikan Bukan Stok Bulog

Program Bantuan Pangan Baru untuk Masyarakat Rentan Gizi

Pemerintah telah memulai sebuah program baru yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas gizi masyarakat rentan melalui distribusi beras fortifikasi dan biofortifikasi. Program ini digagas oleh Badan Pangan Nasional (Bapanas) bekerja sama dengan sejumlah mitra, namun jelas ditegaskan bahwa tidak menggunakan stok beras cadangan pemerintah (CBP) yang selama ini dikelola oleh Bulog.

Kepala Bapanas, Arief Prasetyo Adi, menekankan hal tersebut saat dikonfirmasi di Jakarta. “Bantuan pangan berupa beras fortifikasi dan biofortifikasi ini tidak bersumber dari cadangan beras pemerintah. Jadi berbeda dengan bantuan pangan beras reguler yang selama ini dilakukan Bulog,” jelas Arief pada Jumat, 4 Oktober 2025.

Menyasar Keluarga Berisiko Stunting

Dalam tahap awal, program ini difokuskan di Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Sebanyak 648 kepala keluarga (KK) di delapan desa terpilih menjadi penerima manfaat. Setiap KK akan memperoleh 15 kilogram beras fortifikasi secara gratis, yang diberikan tiga kali dalam kurun waktu tiga bulan.

Jika ditotal, Bapanas menyalurkan 29.160 kilogram beras khusus melalui 1.944 paket bantuan. Sasaran utama adalah keluarga yang masuk kategori rawan pangan sekaligus berisiko tinggi mengalami stunting, terutama ibu hamil serta anak balita.

Menurut Arief, model bantuan pangan ini diharapkan menjadi jalan keluar untuk memperbaiki gizi masyarakat. “Kalau masyarakat rentan bisa mengonsumsi nasi yang sudah difortifikasi, tentu lebih baik. Manfaat gizinya jauh lebih tinggi,” ujar Arief.

Mitra dan Kandungan Nutrisi dalam Beras Fortifikasi

Program ini tidak berdiri sendiri. Bapanas menggandeng sejumlah mitra, di antaranya Global Alliance for Improved Nutrition (GAIN) Indonesia, Keluarga Alumni Universitas Gadjah Mada (KAGAMA), serta lembaga kemanusiaan Dompet Dhuafa.

Beras fortifikasi yang dibagikan mengandung berbagai mikronutrien penting seperti vitamin A, B1, B2, B3, B6, B12, asam folat, zat besi, dan zinc. Kombinasi kandungan ini dirancang untuk meningkatkan asupan gizi masyarakat, khususnya bagi kelompok rentan gizi yang paling membutuhkan.

Arief menambahkan, distribusi uji coba hanya dilakukan di satu lokasi terlebih dahulu. Tujuannya agar proses produksi dan penyaluran beras fortifikasi benar-benar memenuhi standar mutu. “Ada sertifikasi SNI yang harus dipenuhi. Karena itu, distribusinya dilakukan bertahap sebagai bagian dari uji coba,” katanya.

Upaya Atasi Masalah Triple Burden Malnutrition

Indonesia hingga kini masih menghadapi masalah gizi kompleks yang dikenal dengan istilah triple burden of malnutrition. Kondisi tersebut mencakup tiga persoalan sekaligus: stunting atau tengkes, obesitas, dan kekurangan zat gizi mikro.

Arief menjelaskan, latar belakang inilah yang mendorong lahirnya program bantuan beras fortifikasi. “Kita ingin masyarakat punya pilihan pangan yang lebih sehat. Jika rintisan ini berjalan sukses, program akan diperluas ke daerah lain dengan tingkat stunting dan kerawanan pangan yang tinggi,” paparnya.

Meski begitu, ia juga menyampaikan kabar positif bahwa daerah rawan pangan di Indonesia menunjukkan tren penurunan. Saat ini jumlahnya tersisa 81 kabupaten/kota, atau sekitar 15,76 persen dari total wilayah.

Langkah Fortifikasi Pangan sebagai Bagian dari Kebijakan Nasional

Langkah fortifikasi pangan bukan sekadar inisiatif Bapanas, melainkan bagian dari mandat kebijakan nasional. Dasarnya adalah Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan serta Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2015 yang menekankan pentingnya ketahanan pangan dan perbaikan gizi.

Lebih jauh, fortifikasi beras juga masuk ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025–2029. Dalam dokumen tersebut, beras fortifikasi telah ditetapkan sebagai indikator prioritas nasional.

Arief meyakini, jika pola bantuan pangan dengan model fortifikasi bisa berjalan efektif, maka ke depan distribusi bantuan pangan di Indonesia akan lebih sehat dan berdampak langsung pada perbaikan status gizi masyarakat. “Saya sudah pernah diskusi dengan Kementerian Kesehatan. Kalau masyarakat miskin dan rentan gizi bisa menerima bantuan dalam bentuk beras fortifikasi, hasilnya tentu lebih baik dibanding beras biasa. Ini bisa jadi model bantuan pangan di masa depan,” ujar Arief menutup penjelasannya.


Post a Comment

Previous Post Next Post