
Kementerian Perdagangan (Kemendag) mengumumkan kemenangan pemerintah Indonesia dalam persengketaan perdagangan melawan Uni Eropa (UE). Persengketaan ini terkait penerapan pajak imbalan/countervailing duties terhadap impor produk biodiesel dari Indonesia, yang dikenal sebagai Sengketa DS618.
Badan Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO) pada hari Jumat, (22/8) mengumumkan bahwa Uni Eropa telah bertindak tidak konsisten terhadap ketentuan Perjanjian Subsidi dan Anti Subsidi WTO (WTO ASCM) dalam beberapa aspek penting.
Menteri Perdagangan Budi Santoso menyatakan kemenangan ini menunjukkan bahwa Pemerintah Indonesia tetap mematuhi aturan perdagangan internasional tanpa menerapkan kebijakan yang mengganggu perdagangan global, seperti yang disampaikan oleh Uni Eropa.
"Kami mengimbau Uni Eropa untuk segera mencabut bea masuk balasan yang tidak sesuai dengan aturan WTO ini," ujar Menteri Perdagangan Budi Santoso, dalam pernyataan pers, Senin (25/8).
Budi menyampaikan bahwa Panel WTO dalam Sengketa DS618 juga mengatakan bahwa kebijakan penerapan bea balas jasa oleh Komisi Uni Eropa melanggar Perjanjian Subsidi dan Anti-Subsidi WTO. Panel WTO untuk Sengketa DS618 terdiri dari perwakilan yang berasal dari Afrika Selatan, Meksiko, dan Belgia.
Sebelumnya, Komisi Eropa menerapkan kebijakan bea balas karena menilai Pemerintah Indonesia memberikan subsidi kepada produsen biodiesel. Subsidi ini, menurut Komisi Eropa, diberikan melalui kebijakan penyediaan bahan baku produksi biodiesel, bea ekspor, pajak terhadap ekspor, serta penetapan harga dasar bagi pelaku usaha di sektor minyak kelapa sawit yang menyebabkan ketidakseimbangan harga.
Tiga Unsur Penting Keputusan WTO
Budi menjelaskan beberapa aspek penting kemenangan Indonesia dalam DS618. Pertama, panel WTO menolak dalil Uni Eropa yang menyatakan pemerintah Indonesia memaksa pelaku usaha menjual minyak kelapa sawit kepada produsen biodiesel dengan harga murah.
Komisi Uni Eropa menyatakan, bantuan finansial dalam bentuk petunjuk dan instruksi dari Pemerintah Indonesia kepada pelaku bisnis di sektor minyak kelapa sawit bertujuan memberikan bahan baku dengan harga yang menguntungkan produsen biodiesel nasional.
Aspek kedua karena panel WTO menilai kebijakan pemerintah Indonesia mengenai pajak ekspor dan tarif ekspor minyak kelapa sawit tidak bisa dianggap sebagai bentuk bantuan pemerintah.
Di sisi ketiga, panel WTO menyatakan bahwa Komisi UE tidak mampu membuktikan adanya ancaman kerugian signifikan yang dialami produsen biodiesel Eropa akibat ekspor biodiesel dari Indonesia. Selain itu, Komisi Eropa dianggap mengabaikan berbagai faktor lain yang turut memengaruhi perkembangan pasar biodiesel di kawasan tersebut.
"Oleh karena itu, Panel WTO menyatakan bahwa bea masuk imbalan yang diterapkan UE terhadap produk biodiesel Indonesia tidak didasarkan pada bukti yang objektif," kata Budi.
Ia menyebut kemenangan ini sebagai hasil dari kolaborasi yang kuat antara pemerintah, sektor swasta, serta para pakar hukum internasional di Indonesia. Menurutnya, hal ini menunjukkan bahwa Indonesia mampu berkompetisi secara adil di pasar global dan siap melindungi kepentingan nasionalnya melalui mekanisme WTO.
"Pemerintah Indonesia berharap untuk memperkuat Badan Penyelesaian Sengketa WTO dan menginginkan seluruh anggota WTO tetap mematuhi sistem perdagangan multilateral yang didasarkan pada aturan (rule-based) dalam situasi ketidakpastian global," kata Budi.
Di sisi lain, Sekretaris Jenderal Kementerian Perdagangan RI Isy Karim menegaskan bahwa Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk terus bekerja sama dengan berbagai pihak guna memastikan perdagangan yang adil dan seimbang. Isy menyampaikan bahwa Kementerian Perdagangan akan memanfaatkan seluruh alat diplomasi dan hukum yang tersedia agar kemenangan dalam kasus ini di WTO benar-benar diwujudkan oleh Uni Eropa.
“Kami berharap Uni Eropa dapat menghormati keputusan WTO dan segera melakukan tindakan yang diperlukan untuk menyesuaikan kebijakannya, agar Indonesia dapat kembali meningkatkan ekspor produk biodiesel ke Uni Eropa,” kata Isy.
Isy mengatakan, Kementerian Perdagangan akan memanfaatkan seluruh alat diplomasi dan hukum yang ada untuk memastikan kemenangan dalam kasus ini di WTO benar-benar diterapkan oleh Uni Eropa.
Post a Comment