SEJAK diperkenalkan sebagai bagian dari program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), besaran iuranBPJS Kesehatantelah mengalami beberapa perubahan. Penyesuaian ini dilakukan agar sesuai dengan kebutuhan pendanaan program berdasarkan kondisi keuangan negara dan kemampuan peserta dalam membayar.

Setiap kenaikan iuran berdampak pada kemudahan masyarakat dalam mengakses layanan kesehatan dan menjadi isu yang mendapat perhatian masyarakat. Saat ini, pemerintah juga memberikan indikasi rencana kenaikan iuran pada tahun 2026 sebagai bagian dari upaya menyesuaikan keberlanjutan program tersebut.

Pemerintah memiliki rencana untuk meningkatkan biaya iuran dari program Jaminan Kesehatan Nasional yang dijalankanBPJS Kesehatanmulai bulan Januari 2020, bagi masyarakat umum yang memiliki jumlah terbesar sebesar Rp160 ribu.

Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam rapat kerja bersama Komisi IX dan Komisi XI DPR RI pada 27 Agustus lalu menjelaskan bahwa kenaikan iuran BPJS Kesehatan dibagi menjadi dua kategori, yaitu bagi peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) serta pekerja mandiri dan segmen pekerja yang menerima upah.

"Kelangsungan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) sangat tergantung pada besarnya manfaat yang diberikan kepada peserta. Jika manfaatnya semakin banyak, maka biayanya pasti akan semakin tinggi," ujar Sri Mulyani dalam Rapat Kerja dengan Badan Anggaran (Banggar) DPR RI di Jakarta, Kamis, 21 Agustus 2025.

Tarif Awal Jaminan Kesehatan BPJS Saat Diperkenalkan

Sejak beralih dari PT Askes(Persero) berubah menjadi BPJS Kesehatan dan diintegrasikan dalam sistem JKN sejak 1 Januari 2014, besaran iuran ditentukan sesuai dengan kelas pelayanan:

  • Kelas I: Rp 59.500 per orang setiap bulan

  • Kelas II: Rp 42.500 per orang setiap bulan

  • Kelas III: 25.500 rupiah per orang per bulan

  • Untuk peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI), besaran bantuan adalah sebesar Rp 19.225 per orang per bulan.

Aturan ini diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 111 Tahun 2013, yang menjadi dasar penetapan tarif pada saat peluncuran program JKN.

Jejak Kenaikan Tarif BPJS

Setelah kebijakan tarif awal berjalan, pemerintah mulai meninjau kelayakan pendanaan program Jaminan Kesehatan Nasional. Hasil peninjauan menunjukkan adanya ketidakseimbangan antara besarnya iuran dengan beban layanan kesehatan yang terus meningkat. Keadaan ini mendorong pemerintah untuk melakukan penyesuaian tarif pertama kali beberapa tahun setelah program diperkenalkan.

1. Peningkatan yang signifikan pada tahun 2019

Dilansir dari Antara News dan laman Setkabdi akhir tahun 2019, pemerintah mengambil keputusan untuk menaikkan iuran BPJS Kesehatan bagi peserta bukan penerima upah (PBPU).

Jumlah iuran yang harus dibayarkan peserta adalah:

  • Kelas III: dari Rp 25.500 menjadi Rp 42.000 setiap bulan

  • Kelas II: dari Rp 51.000 menjadi Rp 100.000 setiap bulan

  • Kelas I: dari Rp 80.000 naik menjadi Rp 160.000 per bulan

Kebijakan ini menimbulkan penolakan dari masyarakat dan menjadi perhatian terhadap kelangsungan program, serta dikabarkan memicu sebagian peserta untuk mengurangi tingkat kepesertaan atau berhenti berlangganan.

2. Perubahan Sistem Iuran Mekanika (2019–2020)

Dilansir dari Setkab.go.id, Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 menentukan tarif baru dan pembagian tanggungan iuran untuk pekerja yang menerima upah (PPU). Jumlah iuran ditetapkan sebesar 5 persen dari gaji, dengan 4 persen dibebankan kepada pemberi kerja dan 1 persen dibayarkan oleh pekerja, berlaku mulai 1 Januari 2020. Kebijakan ini menjadi salah satu elemen penting dalam sistem pembiayaan JKN.

Setahun setelahnya, pemerintah mengeluarkan kebijakan penyesuaian melalui Peraturan Presiden perubahan yang memberikan kesempatan subsidi sementara guna meringankan beban kelas III. Akibatnya, besaran iuran yang sebenarnya diterima BPJS Kesehatan di lapangan mengalami perubahan dibandingkan angka sebelum adanya subsidi. Pemerintah menegaskan bahwa subsidi ini mengurangi besaran iuran yang dibayarkan oleh segmen tertentu selama periode tersebut.

3. Kekurangan dan Penyesuaian Iuran (2020–2024)

Dilansir dari Antara, 19 September 2029, sejak tahun 2020 isu defisit keuangan BPJS Kesehatan menjadi pokok utama dalam diskusi mengenai penyesuaian iuran. Pemerintah dan DPR beberapa kali melakukan evaluasi ulang terkait besaran tarif dan sumber pendanaan, sementara pihak layanan publik serta pengawas menyampaikan kekhawatiran tentang kualitas pelayanan serta beban masyarakat jika iuran dinaikkan tanpa adanya perbaikan layanan yang jelas.

Sementara itu, pejabat pemerintah menyatakan bahwa penyesuaian tarif masih dalam proses perhitungan. Kementerian Kesehatan beberapa kali menegaskan bahwa kebijakan kenaikan iuran tidak akan diberlakukan dalam jangka waktu tertentu, guna menjaga kelangsungan program sekaligus mempertimbangkan situasi masyarakat.

4. Perpindahan ke KRIS dan Aturan Baru (2025)

Pada awal tahun 2025, pemerintah mengumumkan perubahan sistem kelas perawatan inap menjadi sebuah model terbaru, yaituKelas Perawatan Inap Standar atauKRISSkema ini juga mengubah metode perhitungan iuran serta manfaat layanan, dengan tujuan mengatur kembali kategori layanan dan menyesuaikan besaran iuran yang berlaku sejak penerapan kebijakan. Pengumuman ini merupakan bagian dari proses reformasi yang lebih luas terhadap skema JKN.

Hingga awal tahun 2025, besaran iuran BPJS Kesehatan untuk peserta PBPU tetap sesuai dengan kebijakan subsidi pemerintah, khususnya untuk kelas III, di mana peserta membayar Rp 35.000 setiap bulan dan sisa sebesar Rp 7.000 ditanggung oleh pemerintah pusat serta daerah. Sementara itu, iuran untuk kelas II dan kelas I PBPU masing-masing sebesar Rp 100.000 dan Rp 150.000 per bulan.

Tarif ini berlaku sampai pengumuman resmi mengenai struktur baru KRIS, yang merupakan bagian dari reformasi skema JKN dan rencana penyesuaian lanjutan, termasuk isu kenaikan iuran pada 2026 yang saat ini sedang dibahas oleh pemerintah.

Melynda Dwi Puspita berkontribusi dalam penyusunan artikel ini.

Post a Comment

Previous Post Next Post