https://www.masrizky.biz.id/ - Di era digital seperti sekarang, media sosial telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari, termasuk bagi para orang tua muda. Aktivitas berbagi momen anak, dari detik pertama lahir hingga hari pertama masuk sekolah, sering dianggap sebagai bentuk kasih sayang dan kebanggaan. Namun, dibalik niat baik tersebut, ada potensi risiko besar terhadap privasi dan keamanan anak yang sering kali tak disadari.

Fenomena ini dikenal sebagai sharenting, gabungan dari kata share dan parenting yang mengacu pada kebiasaan orang tua membagikan informasi, foto, atau video anak secara berlebihan di media sosial. Sekilas tampak tidak berbahaya, tapi dampaknya bisa panjang dan serius. Dari pencurian identitas, potensi eksploitasi foto anak, hingga membentuk jejak digital permanen yang bisa mempengaruhi masa depan mereka.

Dikutip dari Child Mind Institute dan Verywell Family, para ahli mengingatkan bahwa perlindungan privasi anak bukan hanya soal etika, tapi juga bagian dari tanggung jawab orang tua untuk memastikan anak tumbuh di lingkungan yang aman secara digital. Berikut panduan lengkap agar kamu bisa tetap menikmati media sosial tanpa mengorbankan keamanan anak.

 
  1. Pahami Apa Itu Sharenting dan Risikonya

Sharenting terjadi ketika orang tua membagikan terlalu banyak informasi pribadi tentang anak di media sosial, termasuk foto, nama lengkap, lokasi, hingga kebiasaan sehari-hari. Meskipun tujuannya untuk membagikan kebahagiaan atau pencapaian anak, informasi ini bisa dimanfaatkan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Risiko paling nyata adalah pencurian identitas digital anak dan penyalahgunaan foto anak oleh predator online.

 
  1. Berpikir Panjang Sebelum Mengunggah

Sebelum mengunggah foto atau video anak tanyakan pada diri sendiri, apakah ini akan memalukan bagi anak di masa depan? Apakah ini mengungkap informasi pribadi seperti lokasi sekolah atau aktivitas rutinnya? Jika jawabannya ya, sebaiknya tidak diunggah. Ingat, anak juga berhak atas privasi meski mereka belum bisa mengungkapkan secara langsung.

 
  1. Batasi Informasi Sensitif

Hindari membagikan informasi yang dapat dengan mudah digunakan untuk melacak anak, seperti nama sekolah, alamat rumah, jadwal aktivitas, atau bahkan rutinitas harian. Meski terdengar sepele, informasi ini dapat menjadi celah bagi pelaku kejahatan digital.

 
  1. Gunakan Pengaturan Privasi Media Sosial dengan Bijak

Platform media sosial seperti Instagram dan Facebook memiliki pengaturan privasi yang bisa membatasi siapa saja yang dapat melihat unggahan kita. Gunakan fitur ini untuk membagikan momen anak hanya kepada lingkaran terdekat. Namun perlu diingat, meski akun sudah diatur menjadi “private”, konten tetap bisa disebarkan kembali oleh orang lain yang melihatnya.

 
  1. Bangun Kesadaran Sejak Dini

Saat anak mulai tumbuh dan memahami dunia di sekitarnya, ajak mereka berdiskusi tentang batasan privasi dan jejak digital. Tanyakan pada mereka apakah mereka setuju untuk di foto atau videonya dibagikan. Ini bukan hanya soal sopan santun, tapi juga cara membangun kesadaran dan rasa hormat terhadap hak anak sejak dini.

 
  1. Berdayakan Anak dengan Literasi Digital

Salah satu bentuk perlindungan terbaik adalah membekali anak dengan literasi digital. Ajari mereka apa itu privasi, bagaimana melindungi informasi pribadi, dan risiko yang bisa timbul dari penggunaan media sosial yang sembarangan. Makin dini anak mengenal konsep ini, makin bijak mereka bersikap di dunia maya kelak.

 
  1. Jejak Digital Itu Nyata dan Panjang Umurnya

Konten digital bersifat abadi. Sekali diunggah, kamu akan kehilangan kendali penuh atas bagaimana dan di mana konten tersebut akan digunakan. Banyak kasus remaja yang merasa tidak nyaman karena unggahan masa kecilnya masih berseliweran di dunia maya. Hal ini bisa mempengaruhi rasa percaya diri, hubungan sosial, bahkan karir mereka di masa depan.

 

Kesimpulan

Media sosial memang menawarkan kenyamanan untuk berbagi cerita, namun penting untuk mengingat bahwa tidak semua momen layak dibagikan kepada publik, terutama yang menyangkut anak-anak. Melindungi privasi anak bukan berarti menjauh dari teknologi, melainkan menggunakan teknologi secara lebih bijak dan penuh kesadaran.

Orang tua punya peran besar dalam membentuk jejak digital anak, dan langkah kecil hari ini bisa jadi perlindungan besar untuk masa depan mereka. Dengan membatasi informasi yang dibagikan, menggunakan fitur privasi secara maksimal, dan menghargai hak anak atas ruang personal, kita sedang menanamkan nilai tanggung jawab dan penghormatan terhadap diri sendiri. Nilai yang tak kalah penting dibanding sekadar jumlah likes atau komentar.

Post a Comment

Previous Post Next Post