https://www.masrizky.biz.id/, Jakarta - Jaringan Advokasi Tambang atau Jatam mengatakan tercemarnya air di Waduk Cirata yang membuat ikan-ikan di sana mengandung merkuri dalam jumlah tinggi sehingga berbahaya untuk dikonsumsi bukanlah kejadian baru.

Juru Kampanye Jatam Alfarhat Kasman mengatakan paparan logam berat yang membahayakan nyawa manusia lewat ikan sudah terjadi puluhan tahun. Kontaminasi terjadi dari aktivitas industri yang salah satunya adalah penambangan di sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum. "Karena dibiarkan makanya jadi bahaya, sebetulnya sudah sangat lama terjadi,” kata Farhat kepada Tempo, Rabu, 16 Juli 2025.

Farhat menambahkan, berdasarkan beberapa jurnal penelitian tercatat paparan logam berat seperti besi, timbal hingga merkuri di Waduk Cirata sudah terjadi sejak 2009 atau sejak 16 tahun lalu. Dampaknya, terjadi penurunan kualitas udara hingga yang paling mengerikan adalah ikan-ikan yang dibudidayakan warga di keramba tidak boleh dikonsumsi karena terkontaminasi racun tersebut. “Menyelesaikan persoalan yang terjadi di Waduk Cirata tidak cukup dengan hanya investigasi mengingat aktivitas kontaminasi ini telah terjadi sekian lama,” kata dia.

Dia pun meminta seluruh pihak untuk turun tangan memulihkan kondisi Waduk Cirata. Menurut dia, Kementerian Kelautan dan pemerintah daerah, dan Kementerian Lingkungan Hidup perlu duduk bersama membahas solusinya. “Upaya yang harus dilakukan secara cepat adalah memulihkan apa yang telah dirusak oleh industri, salah satunya dengan mencabut izin tambang yang berada di kawasan tersebut,” katanya.

Sebelumnya, Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB University, Prof. Dietriech Geoffrey Bengen, menanggapi pernyataan Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono yang menyebut ikan di Waduk Cirata tidak layak konsumsi akibat kandungan merkuri.

Ia menegaskan bahwa pernyataan tersebut didasarkan pada kajian ilmiah dan mencerminkan kompleksitas pencemaran di DAS Citarum. “Waduk Cirata merupakan bagian hilir Sungai Citarum yang tercemar limbah industri, domestik, dan pertanian,” kata Dietriech melalui keterangan tertulis, Rabu, 9 Juli 2025.

Selain itu, lanjutnya, kepadatan Keramba Jaring Apung (KJA) yang mencapai 120.000 unit—jauh melampaui daya dukung ideal sebanyak 12.000 unit—memperparah kondisi pencemaran. Dia menerangkan bahwa merkuri dapat masuk ke perairan melalui berbagai jalur, seperti limbah industri (termasuk dari penambangan emas skala kecil), limbah domestik (misalnya baterai rusak), dan residu pertanian.

Di lingkungan air, kata dia, merkuri akan berubah menjadi metilmerkuri—bentuk paling toksik—yang mudah terakumulasi dalam rantai makanan, terutama pada ikan. “Proses bioakumulasi dan biomagnifikasi membuat ikan predator atau yang berumur panjang memiliki kadar merkuri yang lebih tinggi,” ucapnya.

Terkait dampak kesehatan yang ditimbulkan, Dietriech menyoroti karakteristik merkuri yang dikenal sebagai neurotoksin kuat. Dampaknya dapat merusak sistem saraf pusat, menyebabkan sakit kepala, tremor, gangguan penglihatan, kerusakan ginjal, gangguan imun, hingga radang saluran cerna. “Ancaman ini sangat serius jika ikan terkontaminasi dikonsumsi rutin dalam jumlah besar,” katanya.

Ia juga mengingatkan bahwa kepadatan KJA memperparah pembentukan metilmerkuri karena sisa pakan dan feses ikan menciptakan kondisi anoksik di dasar waduk. “Itu mempercepat proses terbentuknya metilmerkuri yang jauh lebih beracun,” ucapnya.

Post a Comment

Previous Post Next Post