
Beberapa hari lalu, aku duduk di barisan tengah sebuah bioskop, menonton Hayya 3: Gaza. Di sebelahku ada sepasang suami istri, di belakangku sekelompok remaja. Film baru mulai sekitar 20 menit, tiba-tiba dua orang keluar. Mereka bisik-bisik, salah satunya bilang, "Aduh, zonk banget, nggak sesuai trailer."
Aku diam, tapi dalam hati bergumam: "Mungkin mereka nonton dengan kacamata yang salah."
Ini Bukan Soal Perang. Ini Soal Luka yang Tinggal di Anak-Anak.
Hayya 3 bukan film aksi. Nggak ada ledakan, tank, atau teriakan jihad. Yang ada adalah seorang anak bernama Gaza---anak yatim yang kehilangan ayahnya, dan seorang gadis Palestina bernama Hayya yang hidup dalam pengungsian.
Mereka tinggal di panti asuhan, berbagi luka yang nggak kelihatan. Tapi dari situ, kita belajar: perang ternyata tidak hanya terjadi di medan tempur. Ia tinggal diam-diam di hati anak-anak yang kehilangan---dan film ini memilih menyampaikannya dengan cara yang lembut.
"Zonk" Karena Salah Ekspektasi?
Orang-orang yang bilang film ini zonk, mungkin datang dengan ekspektasi menonton kisah heroik penuh adegan dramatis. Tapi Hayya 3 bukan itu. Ia bicara pelan. Ia nggak berteriak, tapi menyayat.
Film ini seperti anak kecil yang memelukmu sambil bilang, "Aku cuma pengen pulang."
Kalau kamu nggak cukup diam untuk mendengar, kamu memang nggak akan mengerti.
Hayya dan Gaza: Nama yang Punya Arti
"Gaza" bukan cuma nama tokoh. Ia simbol luka Palestina.
"Hayya" dalam bahasa Arab berarti "hidup."
Dan ketika keduanya bertemu di satu panti asuhan, di satu negeri yang jauh dari rumah mereka... kita disodori pertanyaan paling sunyi: apa arti pulang, kalau dunia tak lagi ramah?
Ini Film, Tapi Sekaligus Aksi Nyata
Mungkin kamu belum tahu: 40% dari penjualan tiket film ini disumbangkan langsung untuk rakyat Palestina. Jadi, menonton Hayya 3 bukan hanya soal menonton film. Ia adalah bentuk solidaritas. Dan di dunia hari ini, peduli adalah bentuk perlawanan.
Penonton yang Keluar, dan Penonton yang Terdiam
Saat lampu bioskop menyala, beberapa kursi sudah kosong. Tapi ada juga yang tetap duduk, terdiam, matanya merah. Ada ibu yang memeluk anaknya erat. Ada bapak yang menunduk, menahan haru. Ada anak-anak yang bilang: "Aku pengen ke Palestina."
Film ini tidak sempurna. Tapi ia jujur. Dan kadang, itu yang paling menyentuh.
Jadi, zonk? Mungkin, kalau kamu cuma mencari aksi. Tapi kalau kamu mencari hati---Hayya 3 memberikannya sepenuh jiwa.
Dan buatku, itu cukup.
Post a Comment