
Harga Bitcoin melonjak mencapai puncak tertingginya sepanjang masa pada hari Rabu (21/5), mengalahkan rekornya dari bulan Januari kemarin. Nilai aset digital terkemuka ini sempat meroket hingga ke angka US$ 109.857 atau setara dengan Rp 1,79 miliar menggunakan nilai tukar Rp 16.360 per US$.
Berdasarkan data dari Coin Metrics, nilai akhir Bitcoin menetap pada angka US$ 108.955 (setara dengan Rp 1,78 miliar), yang mana ini adalah kenaikan sebesar 2% jika dibandingkan dengan hari sebelumnya.
"Rekor tertinggi terbaru untuk Bitcoin telah dicapai berdasarkan sejumlah faktor positif di pasar global, termasuk tingkat inflasi Amerika Serikat yang lebih rendah dari perkiraan, pengurangan tensi pada perang perdagangan antara AS dan Cina, serta penurunan peringkat hutang nasional AS oleh lembaga Moody’s, hal ini semakin mendorong minat akan aset digital alternatif seperti Bitcoin," ungkap Antoni Trenchev, salah satu founder platform kripto Nexo, demikian dilansir. CNBC .
Menurutnya, kondisi pasar kripto Saat ini situasinya sangat berbeda dibandingkan di awal bulan April kemarin saat kecemasan ekonomi global sedang tinggi-tingginya dan harga Bitcoin anjlok sampai mencapai level US$ 74.000 (setara Rp 1,21 miliar).
- Saham DigiAsia Melonjak 90% di Borsa AS Berkat Proyeksi Bisnis Bitcoin
- CEO JPMorgan Jamie Dimon Mengizinkan Nasabah Membeli Bitcoin
- Harga Bitcoin Melonjak Menjadi Rp 1,57 Miliar Akibat Kenaikan Tarif dari Trump, Mengalami Peningkatan 11,6% dalam Seminggu
"Terdapat peluang selama tiga bulan dimana aset berisiko dapat bertumbuh mengingat adanya diskusi mendalam tentang perjanjian perdagangan yang lebih besar antara Amerika Serikat dan Tiongkok," ujar Trenchejov.
Setelah mengalami penurunan selama beberapa pekan akibat keraguan tentang penetapan tarif, Bitcoin berhasil merangkak naik dengan stabil pada bulan Mei dan meningkat 15% sepanjang periode tersebut. Aliran investasi bersih ke dalam dana ekuitas yang terdaftar di bursa (ETF), yang mengacu pada harga Bitcoin, telah melebihi angka US$ 40 miliar (setara Rp 654,3 triliun) seminggu yang lalu.
ETF Bitcoin spot hanya mencatat adanya aliran dana keluar selama dua hari saja sepanjang Bulan Mei, demikian laporan dari SoSoValue. Koin digital tersebut mendapat manfaat dari tingginya likuiditas dalam pasar saham yang mendorong aset berisiko, dan juga mempengaruhi kondisi pasar secara keseluruhan. risk-off Baru-baru ini, ketakutan akan tingginya tarif dan defisit di Amerika Serikat telah memicu kenaikan harga emas beserta dengan aset alternatif lainnya seperti Bitcoin.
Tekanan Jual Berkurang
Informasi dari jaringan juga mengindikasikan pengurangan tekanan penjualan. Ini terlihat dari arus modal masuk ke Bitcoin serta pertambahan likuiditas di pasar crypto yang dinilai melalui rekor tertinggi pada total stablecoin Tether (USDT).
Para investor berharap akan adanya pemicu seperti pembaharuan aturan dan investasi dana tunai perusahaan untuk memacu harga Bitcoin naik lagi. Berdasarkan data dari Bitcoin Treasuries, sejak awal tahun ini, jumlah Bitcoin yang dimiliki oleh perusahaan terbuka sudah bertambah 31%, mencapai sekitar US$ 349 miliar (setara dengan Rp 5.708,7 triliun). Persentase itu setara dengan 15% dari seluruh suplai Bitcoin saat ini.
Pekan lalu, Senat Amerika Serikat (AS) mendukung pembahasan undang-undang yang bertujuan untuk membentuk kerangka peraturan terkini bagi stablecoin di negara tersebut, bagian penting dalam ekosistem cryptocurrency. Presiden Donald Trump menyampaikan niatnya agar regulasi kripto ada di meja tanda tangannya sebelum Agustus, sementara Kongres AS sedang berada dalam periode liburan musim panas.
Bulan ini, Coinbase bergabung dengan S&P 500. Masuknya saham operator bursa kripto ke dalam indeks utama ini dipuji oleh para pendukungnya sebagai momen penting bagi industri kripto.
Post a Comment