Masrizky.biz.id, BANGKA -Beberapa benda bersejarah memperkuat kedudukan Situs Kota Kapur di Desa Kota Kapur, Kecamatan Mendobarat, Kabupaten Bangka, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung sebagai salah satu pusat utama peradaban maritim Kerajaan Sriwijaya.
Dari gelang emas hingga ratusan mangkuk keramik kuno, benda-benda tersebut menunjukkan bahwa wilayah ini bukan hanya sebuah permukiman purba, tetapi juga pusat kegiatan spiritual dan jalur perdagangan global di masa lalu.
Penjaga Situs Kota Kapur, Ali Akbar, menyebutkan bahwa kawasan situs seluas sekitar 154 hektare ini menyimpan berbagai titik penting, mulai dari bangunan candi, benteng tanah, dermaga purba, hingga tempat ditemukannya prasasti Kota Kapur—salah satu bukti awal kekuasaan Sriwijaya di Pulau Bangka.
Ali Akbar mengatakan, agar mempermudah penelitian, diberikan nama pada titik-titik situs penting di Situs Kota Kapur. Nama-nama tersebut cukup sederhana, yaitu hanya menyebutkan Candi 1, Candi 2, dan Candi 3.
Di Candi 3, yang kini berbentuk gundukan tanah setinggi lutut, Ali Akbar menyebutkan bahwa penelitian tahun 2007 menemukan benda-benda penting berupa gelang emas polos. Benda-benda ini ditemukan tersimpan dalam lapisan tanah candi, memperkuat dugaan bahwa daerah tersebut pernah menjadi pusat kegiatan para elite pada masa itu.
"Di dalam area Candi 3 pernah ditemukan perhiasan emas. Bentuknya gelang emas sederhana," kata Ali Akbar yang bertugas sebagai Juru Pelihara Situs Kota Kapur sejak tahun 2011.
Meskipun struktur bangunan di lokasi ini tidak lagi utuh, hasil penggalian menunjukkan bahwa gundukan tersebut merupakan bagian dari bangunan candi. Saat ini, area Candi 3 dikelilingi oleh perkebunan karet dan jalur jalan setapak yang sering dilalui oleh penduduk sekitar, tanpa banyak yang menyadari bahwa tanah yang mereka pijak pernah menjadi tempat penyimpanan jejak keemasan Sriwijaya.
62 Mangkuk Keramik
Temuan yang tidak kalah menonjol berasal dari Candi 1, sekitar 200 meter dari Candi 3. Pada lokasi ini, bentuk candi terlihat lebih jelas, termasuk bagian yang mirip dengan anak tangga. Namun yang paling menarik adalah ditemukannya 62 buah mangkuk keramik berwarna coklat muda di satu area penggalian.
"Di Candi 1 ditemukan 62 buah mangkuk. Semua berada di area sekitar bangunan candi," kata Ali.
Keramik tersebut dianalisis lebih lanjut guna menentukan masa, asal pembuatan, serta peran dalam upacara keagamaan atau kegiatan masyarakat pada masa lalu. Sama halnya dengan Candi 3, semua temuan di Candi 1 dilindungi dan dikubur kembali agar tetap terjaga kelestariannya.
Artefak Lain
Selaras dengan penemuan gelang emas dan mangkuk keramik, studi Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah V Jambi sebelumnya juga menemukan bagian arca, potongan emas, botol kaca lama, serta tumpukan keramik Tiongkok di area situs tersebut.
Kehadiran benda-benda berupa emas dan keramik asing ini memperkuat dugaan bahwa Kota Kapur dahulu menjadi pusat pertukaran barang bernilai tinggi di jalur perdagangan Sriwijaya, serta keterlibatan dengan jaringan perdagangan Asia Timur.
Selain benda-benda purbakala, Situs Kota Kapur juga menyimpan struktur besar yang dikenal sebagai Benteng Tanah sepanjang sekitar 1,5 kilometer, dengan ketinggian 4–5 meter dan ketebalan sekitar 10 meter. Berbeda dengan area candi, benteng ini tidak memiliki benda-benda purbakala di dalamnya, memperkuat perannya sebagai sistem pertahanan kerajaan terhadap ancaman dari laut Selat Bangka.
"Kerajinan tanah ini murni untuk pertahanan. Tidak ditemukan benda-benda seperti di candi," kata Ali.
Secara geografis, letak Kota Kapur sangat penting. Sungai Mendo yang mengalir di belakang situs menjadi jalan langsung menuju laut, dan diperkirakan menjadi jalur yang dilalui kapal-kapal Sriwijaya berhenti untuk menghindari perompak atau menunggu cuaca membaik.
Kondisi tersebut juga yang menjelaskan mengapa kawasan ini dipenuhi dengan benda-benda bernilai tinggi, sisa dari perjalanan, pertukaran, dan kegiatan para elit kerajaan.
Meskipun kini berada di tengah kebun dan aktivitas masyarakat, area tersebut relatif aman. Ali memastikan wilayah ini terhindar dari perusakan atau pencurian.
"Web ini bukan hanya milik Kota Kapur, tetapi milik seluruh rakyat. Kita harus menjaganya bersama," tutup Ali.
Pohon Kampar
Sebelumnya dilaporkan, sebuah pohon kampar dengan diameter sekitar 50 sentimeter ditemukan oleh BPK Wilayah V Jambi di area Situs Kota Kapur, Kecamatan Mendobarat, Bangka. Pohon yang disebut oleh masyarakat sebagai pohon kekapur ini dipercaya menjadi sumber getah kapur barus, komoditas penting yang dahulu diperdagangkan ke berbagai negara.
Ali Akbar menyatakan bahwa pohon tersebut hampir punah akibat penebangan besar-besaran pada tahun 1990-an. Kayu kekapur pada masa itu digunakan sebagai bahan dinding rumah karena ketangguhannya dan mudah diperoleh. "Sekarang sangat langka. Tahun ini saya hanya menemukan satu pohon, ukurannya sebesar tiang listrik," katanya.
Ali menjelaskan bahwa pohon kekapur tumbuh secara alami di hutan dan tidak pernah dipelihara oleh masyarakat. Ketika penebangan semakin meningkat, kemampuan regenerasinya tidak cukup untuk mengimbangi eksploitasi. "Jika dikatakan punah, ya hampir punah. Sekarang sangat sulit ditemukan," katanya.
Ketua BPK Wilayah V Jambi, Agus Widiatmoko, mengatakan bahwa penemuan pohon kampar memperkuat bukti Kota Kapur sebagai penghasil kapur barus dunia di masa lalu. Ia menekankan pentingnya menjaga keberadaan pohon tersebut karena hanya ditemukan satu batang saja.
Selain pohon langka tersebut, tim BPK juga menemukan berbagai benda penting di area seluas 154 hektar, mulai dari patung, keramik Tiongkok, botol kaca, hingga potongan emas dan uang logam. Penemuan ini memperkuat bukti bahwa Kota Kapur pernah menjadi pusat permukiman, perdagangan, serta pertahanan maritim yang terkait dengan jaringan Sriwijaya.
Beberapa area situs kini berubah fungsi menjadi tambang dan perkebunan, sehingga berisiko merusak struktur cagar budaya. "Revitalisasi bersama pemerintah daerah sangat diperlukan agar jejak kejayaan ini tidak hilang," ujar Agus. .(x1)
Post a Comment