Platform kesehatan dan kebugaran Herbalife mengeluarkan survei kesehatan terkaitsuplemenberjudul Survei Asia Pacific Responsible Supplementation 2025. Data tersebut menunjukkan bahwa meskipun penggunaan suplemen kesehatan sangat luas di Indonesia, masih terdapat ketidakpastian dalam mengambil keputusan yang tepat terkait suplemen.

Sebanyak 88 persen pengguna di Indonesia mengonsumsisuplemen kesehatansecara teratur. Namun ternyata hanya 69 persen dari mereka yang merasa percaya diri dalam memilih suplemen yang bertanggung jawab.

Direktur dan Manajer UmumHerbalifeOktrianto Wahyu Jatmiko menyatakan bahwa survei ini bertujuan untuk mendukung gaya hidup sehat di kalangan masyarakat Indonesia. Ia menilai pentingnya edukasi mengenai suplemen yang aman, berkualitas tinggi, dan sesuai dengan prinsip syariah. "Kami berkomitmen untuk memastikan setiap orang memiliki dasar pengetahuan yang kuat dalam mengambil keputusan terbaik untuk kesehatan mereka," ujar Oktrianto.

Survei ini dilaksanakan pada Mei 2025 guna meneliti pandangan dan tindakan konsumen terhadap suplemen di kawasan Asia Pasifik. Dalam survei tersebut, memilih suplemen secara bertanggung jawab berarti memahami secara menyeluruh bahan-bahan yang terkandung, dosis yang direkomendasikan, batas penggunaan, serta potensi interaksi dengan suplemen atau obat lain sebelum mengonsumsinya. Sebanyak 9.000 peserta dari 11 negara berpartisipasi dalam survei ini. 11 negara tersebut yaitu Australia, Hong Kong, Indonesia, Jepang, Korea, Malaysia, Filipina, Singapura, Taiwan, Thailand, dan Vietnam.

Pilihan Suplemen yang Bertanggung Jawab

Masyarakat Indonesia memperoleh data mengenai keamanan penggunaan suplemen dari berbagai sumber. Namun, sumber utama yang paling berpengaruh dalam menentukan keputusan untuk mengonsumsi suplemen berasal dari tenaga kesehatan (67 persen), keluarga dan teman (47 persen), serta pencarian informasi mandiri terkait produk (31 persen).

Mayoritas konsumen Indonesia, yaitu 61 persen responden yang kurang percaya diri dalam memilih suplemen yang tepat, menganggap konsultasi dengan tenaga kesehatan seperti dokter atau ahli gizi sebagai sumber informasi yang dapat dipercaya. Sebanyak 56 persen responden lainnya lebih memilih mendapatkan informasi tentang manfaat suplemen dari media sosial. Sementara itu, 54 persen responden lainnya lebih percaya pada informasi kesehatan mengenai suplemen yang diberikan di tempat penjualan produk suplemen.

Oktrianto mengatakan survei ini menunjukkan adanya ketidakseimbangan pemahaman tentang suplemen kesehatan di kalangan pengguna. Masih banyak orang yang tidak menyadari dampak dari penggunaan berlebihan. "Contohnya, untuk vitamin C dan vitamin D, lebih dari setengah responden Indonesia tidak memahami akibat dari konsumsi berlebihan," ujar Oktrianto.

Meskipun terdapat ketidaktahuan, keputusan pembelian masyarakat di Indonesia dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti rekomendasi dari tenaga kesehatan sebesar 51 persen, keamanan dan efektivitas produk sebesar 46 persen, serta sertifikasi kualitas produk sebesar 37 persen. Kepercayaan terhadap merek suplemen juga menjadi faktor utama, dengan 98 persen konsumen Indonesia mengakui bahwa hal ini mempengaruhi pilihan pembelian mereka.

Kesehatan Pencegahan Memicu Penggunaan Suplemen

Oktrianto menyatakan bahwa sebagian besar responden di Indonesia, yaitu sekitar 92 persen, menekankan bahwa perawatan kesehatan pencegahan sangat penting bagi kesejahteraan mereka. Salah satu cara untuk menuju kesehatan yang lebih baik adalah dengan mengambil tindakan nyata. Misalnya, memilih makanan yang lebih bergizi (64 persen), meningkatkan aktivitas fisik (63 persen), serta mengonsumsi suplemen kesehatan (62 persen).

Sekitar 70 persen responden di Indonesia mengungkapkan keyakinan mereka mampu mencapai tujuan kesehatan pada tahun 2025. "Dengan meningkatnya kesadaran masyarakat Indonesia terhadap pentingnya kesehatan dan kebugaran, memilih suplemen yang telah melalui pengujian menyeluruh serta diproduksi dengan transparansi penuh menjadi langkah penting. Kami yakin bahwa kualitas tinggi, konsistensi, dan kemampuan melacak produk harus menjadi prioritas utama bagi para konsumen," ujar Oktrianto.

Post a Comment

Previous Post Next Post