
masrizky.biz.id, Jakarta- Institute for Transportation and Development Policy (ITDP) Indonesia bekerja sama dengan Clean Mobility Collective Southeast Asia (CMC SEA mengeluarkan laporan yang menyatakan bahwa rantai pengantaran terakhir (LMD) merupakan tahap yang paling besar kontribusinyaemisi karbondi tingkat Asia Tenggara. "Segmen LMD ini juga merupakan yang paling mahal dan memberikan kontribusi emisi terbesar, yaitu sebesar 53 persen dari total biaya pengiriman," ujar Deputy Director ITDP Indonesia Deliani Poetriayu Siregar pada 10 Agustus 2025.
Deliani menyatakan, di kawasan Asia Tenggara, layanan LMD umumnya memakai sepeda motor karena biayanya yang murah serta kemampuannya untuk melewati kemacetan perkotaan. "Mayoritas kurir ini menggunakan sepeda motor karena tugasnya mengantarkan paket ke rumah yang berada di gang-gang," ujarnya.
Last-mile delivery (LMD) merupakan proses pengiriman barang ataukuriryang berada di tahap akhir. Biasanya, dalam rantai ini, barang pesanan sudah berada tidak jauh dari alamat tujuan sehingga pengiriman dilakukan satu per satu ke rumah-rumah. "Bandingkan dengan pengiriman awal dari produsen yang biasanya barang dikumpulkan dalam jumlah besar dalam truk, biaya pengiriman LMD ternyata paling mahal," kata Deliani.
Deliani menyatakan bahwa ketergantungan yang tinggi terhadap sepeda motor turut berkontribusi pada berbagai tantangan perkotaan, seperti polusi udara, kemacetan lalu lintas, serta meningkatnya risiko gangguan kesehatan. ITDP dan CMC SEA mengumpulkan data dalam sebuah studi dengan judul “Background Study on Two-Wheeler Last-Mile Delivery (LMD) Services toward Inclusive, Low-Carbon Transport Transformation in Indonesia, Thailand, Vietnam, and the Philippines”. Studi ini menitikberatkan pada layanan LMD. Para peneliti dari empat negara tersebut menemukan bahwa 60 persen aktivitas logistik di Indonesia ditangani oleh sepeda motor. Jarak tempuh para kurir dalam tahap LMD ini rata-rata mencapai 60-80 km per hari. Di sisi lain, di Vietnam, 70 persen armada LMD menggunakan sepeda motor, dengan diperkirakannya emisi mencapai lebih dari 1,2 juta ton karbondioksida per hari pada tahun 2025.
Sebagai pembuka, Direktur ITDP untuk Asia Tenggara, Gonggomtua Sitanggang menyampaikan bahwa studi ini merupakan langkah awal yang penting bagi ITDP dan mitra regional dalam memahami kerumitan layanan LMD di kawasan Asia Tenggara. “Temuan serta pandangan lintas negara yang disajikan akan menjadi dasar"(baseline)"untuk pengembangan studi lanjutan ITDP dalam merancang solusi logistik perkotaan yang lebih inklusif dan rendah emisi," katanya.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Pengembangan Perkotaan di ICSC Filipina Maria Golda P. Hilario menekankan bahwa penerapan pedoman regional ke dalam tindakan nyata sangat penting agar dapat menciptakan dampak yang jelas. Ia mengapresiasi pedoman umum tentang logistik di ASEAN yang dirilis pada bulan Juli lalu sebagai langkah positif, meskipun masih bersifat umum, sehingga studi seperti ini bisa menjadi dasar yang kuat untuk mengembangkan pendekatan yang lebih rinci dan menyeluruh. "Dengan wawasan dari empat negara, kita tidak lagi memulai dari awal dalam menyusun rekomendasi di tingkat regional," katanya.
LMD memiliki peran penting karena merupakan tahap akhir pengiriman barang dari pusat distribusi hingga sampai ke tangan pelanggan. Beberapa perusahaan logistik sebenarnya sudah mulai beralih menggunakan kendaraan listrik dan strategi dengan emisi rendah. Namun, penerapannya belum merata karena kurangnya dukungan kebijakan, regulasi yang lemah, serta kendala finansial khususnya bagi pelaku usaha kecil dan lokal. "Jumlah pengguna sepeda masih sangat sedikit, sehingga dampaknya terhadap pengurangan emisi karbon belum terlihat," ujar Deliani.
Sektor ini sering kali tidak mendapatkan perhatian sebanyak yang seharusnya dibandingkan dengan sektor lain.transportasipenumpang. Padahal tingkat kompleksitas dan dampaknya terhadap kota sangat besar. Sebagai contoh, Lai Nguyen Huy, spesialis riset dari Asian Institute of Technology-Thailand, menyampaikan bahwa sektor LMD masih menghadapi beberapa tantangan struktural, mulai dari kurangnya perencanaan di tingkat pemerintah hingga minimnya kerja sama antar pemangku kepentingan. "Penelitian kami menunjukkan bahwa LMD roda dua dan roda tiga sering kali tidak terlibat dalam rencana transportasi pemerintah di berbagai negara berkembang, dengan data emisi yang terbatas. Kerja sama yang lebih kuat antara pemerintah, sektor swasta, dan perusahaan sangat penting untuk mencapai kemajuan yang signifikan," ujar Huy.
Melengkapi perspektif tersebut, Koordinator Program Citizen Science di Live & Learn Vietnam, Nguyen Thi Phuong Nhung, menyoroti bagaimana kepemilikan kendaraan memengaruhi LMD di wilayah setempat. “Penelitian kami menunjukkan pola bisnis yang serupa di empat negara, di mana sepeda motor untuk pengiriman umumnya dimiliki langsung oleh kurir. Jika pemerintah menetapkan target 100 persen kendaraan listrik, apakah para kurir mampu membeli EV untuk mencapai target tersebut? Ataukah tanggung jawab ini seharusnya berada pada perusahaan untuk memberikan insentif, atau pada pemerintah untuk turun tangan?” ujar Nhung.
Anggie Hapsari, Associate Pengembangan Program ITDP Indonesia, menyoroti berbagai inisiatif yang telah berlangsung di kawasan tersebut. "Beberapa perusahaan pengiriman di Indonesia sudah mulai beralih ke model yang lebih ramah lingkungan, dengan pemerintah memaksa peralihan ke model yang berkelanjutan dalam waktu 1,5 tahun. Di Filipina, pemerintah menggunakan pendekatan berbeda dengan memaksa perusahaan melaporkan kinerja ESG mereka—sesuatu yang juga bisa dipertimbangkan oleh Indonesia," ujarnya.
Kepala Pengembangan Kota ICSC Maria Golda P. Hilario menekankan pentingnya tindakan bersama dalam menghadapi isu lingkungan, dengan menekankan peran penting kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat. “Kita memerlukan partisipasi dari semua pihak karena setiap tindakan memiliki makna dan setiap orang memiliki perannya masing-masing. Semakin cepat kita bekerja secara efektif, mencari solusi yang lebih ramah lingkungan serta menerapkannya, semakin besar peluang kita untuk sukses,” kata Golda.
Menggunakan pendekatan berbasis data dan kerja sama lintas negara, ITDP Indonesia bersama jaringan CMC SEA berharap berbagai contoh sukses yang telah dilakukan di empat negara dapat diadopsi lebih lanjut guna mendorong kebijakan yang lebih mendukung kota yang ramah lingkungan, sehat, dan adil bagi semua.
Post a Comment