
Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Nasim Khan, menyarankan agar PT Kereta Api Indonesia (KAI) menyediakan kereta khususmerokok, terutama pada layanan kereta api jarak jauh.
Ia menganggap kehadiran gerbong tersebut dapat memberikan kenyamanan bagi penumpang sambil berpotensi meningkatkan pendapatan perusahaan.
"Ini bisa menjadi solusi bagi penumpang yang merasa bosan, mengingat lama perjalanan yang bisa mencapai beberapa jam. Di bus sudah tersedia area khusus untuk merokok. Di kereta seharusnya juga demikian," kata Nasim dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Direktur Utama PT KAI Bobby Rasyidin seperti dikutip dari lamanFraksi PKB DPR RI.
Selain mengusulkan pengadaan gerbong khusus untuk perokok, Nasim juga menyoroti kinerja PT KAI di semester I 2025 yang mencatat laba sebesar Rp1,18 triliun. Di sisi lain, proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung (Whoosh) masih mengalami kerugian hampir Rp1 triliun.
Menurutnya, PT KAI harus menjaga keseimbangan agar keuntungan dari bisnis utamanya tidak terbuang untuk menutupi kerugian dari proyek strategis. Ia juga menyebutkan aspek keselamatan penumpang, khususnya setelah beberapa insiden kereta yang mengalami kecelakaan dan gangguan pada KRL Jabodetabek.
Namun, usulan kereta khusus untuk perokok mendapat penolakan keras dari kalangan aktivis konsumen. Ketua Forum Konsumen Berdaya Indonesia, Tulus Abadi, menganggap gagasan tersebut bertentangan dengan peraturan kesehatan di Indonesia.
Berdasarkan laporan dari Tempo, Tulus berpendapat bahwa angkutan umum secara mutlak termasuk dalam kawasan tanpa rokok (KTR). Aturan ini tertulis dalam Undang-Undang Kesehatan, Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024, hingga berbagai peraturan daerah.
"Usulan tersebut tidak masuk akal atau mempermalukan. Transportasi umum harus menjadi area bebas rokok, termasuk kereta jarak jauh. Tidak diperbolehkan adanya ruang merokok atau area merokok di dalamnya," katanya.
Tulus menambahkan, pengalaman buruk di masa lalu menjadi pembelajaran bahwa aktivitas merokok di kendaraan umum sangat berisiko. Ia memberikan contoh tragedi tenggelamnya kapal Tampomas II pada tahun 1981 yang mengakibatkan kematian 431 orang, serta kecelakaan pesawat Varig 820 di Prancis pada 1973 yang menyebabkan kematian 123 penumpang.
Dua kejadian tragis ini diakibatkan oleh puntung rokok yang menyebabkan kebakaran di dalam kendaraan. Ia mengatakan bahwa dua contoh tersebut seharusnya menjadi dasar untuk tidak menganggap remeh usulan yang berpotensi menimbulkan risiko besar.
Di sisi lain, PT KAI tetap mempertahankan kebijakan kawasan tanpa rokok. Perusahaan menganggap larangan merokok di seluruh rangkaian kereta api sebagai bentuk kepatuhan terhadap aturan serta komitmen untuk menjaga kenyamanan dan keselamatan para penumpang.
Larangan ini juga selaras dengan upaya pemerintah dalam menurunkan jumlah perokok aktif serta menjaga masyarakat dari paparan asap rokok di area umum.
Mayoritas penumpang justru mendukung kebijakan KAI yang tetap melarang adanya area merokok di dalam kereta. Mereka menganggap, selain menjaga kesehatan, kebijakan ini juga memberikan rasa aman, terutama untuk anak-anak dan kelompok rentan.
Namun, terdapat penumpang yang merasa tidak puas karena perjalanan jarak jauh tanpa area khusus untuk merokok dianggap memberatkan para perokok. Meski begitu, pendapat mayoritas tetap menempatkan keselamatan dan kenyamanan masyarakat lebih utama daripada kebutuhan pribadi.
PT KAI menegaskan akan lebih memprioritaskan peningkatan kualitas pelayanan daripada menyediakan gerbong khusus.merokokBeberapa program yang sedang berjalan meliputi modernisasi armada, peningkatan sistem keamanan, serta pengembangan layanan baru yang bermanfaat bagi masyarakat luas, seperti kereta khusus untuk petani dan pedagang. Manajemen menganggap bahwa arah transformasi perusahaan harus sesuai dengan visi transportasi publik yang sehat, aman, dan terhubung dengan berbagai moda transportasi lainnya.
Aliy Arifin ikut berpartisipasi dalam penyusunan artikel ini.
Post a Comment