DUNIA saat ini menghadapi dua masalah lingkungan besar, yaitukrisis plastikdan krisis iklim. Limbah plastik terus meningkat di daratan maupun laut, mengganggu keseimbangan ekosistem serta berpotensi merugikan kesehatan manusia.

Sementara itu, pemanasan global mengakibatkanperubahan iklimyang memengaruhi cuaca ekstrem, kenaikan permukaan laut, serta ancaman terhadap kelangsungan hidup di bumi. Kedua krisis ini saling berkaitan dan menjadi tantangan besar bagi keberlanjutan kehidupan manusia serta planet Bumi.

Krisis Plastik

Salah satu isu yang paling mendesak untuk segera diatasi adalah penumpukan limbah plastik, yang dampaknya kini semakin terlihat di berbagai wilayah di dunia. Dilaporkan dariOur World in Data, produksi plastik dunia naik dari sekitar 2 juta ton pada tahun 1950 menjadi lebih dari 450 juta ton setiap tahun dalam beberapa dekade terakhir.

Sejak munculnya industri plastik, total produksi plastik diperkirakan telah mencapai miliaran ton. Jika tren ini terus berlanjut tanpa adanya perubahan dalam pengelolaan dan sistem produksi, jumlah limbah plastik yang sampai ke tempat pembuangan atau lingkungan diperkirakan akan meningkat secara signifikan.

Peningkatan produksi plastik yang sangat cepat tidak diimbangi dengan sistem pengelolaan yang memadai. Banyak limbah plastik yang terbuang ke lingkungan tanpa melalui proses pengolahan yang benar. Berikut tiga isu utama mengenai krisis plastik yang berdampak pada ekosistem dan kesehatan manusia.

1. Limbah plastik yang tidak dikelola dengan benar.

Dilansir dari Science, jutaan ton sampah plastikmengalir ke laut setiap tahunnya, khususnya dari daerah pesisir yang memiliki sistem pengelolaan sampah yang tidak memadai. Sampah ini mencemari lingkungan laut, merusak tempat tinggal organisme laut, serta mengancam kelangsungan hidup populasi ikan. Secara jangka panjang, penumpukan ini juga berpengaruh pada rantai makanan yang dikonsumsi oleh manusia.

2. Tingkat daur ulang yang rendah.

Dilansir dari Our World in DataHanya sekitar 9 persen plastik yang berhasil diproses ulang secara global, sedangkan sebagian besar akhirnya dibuang ke tempat pembuangan akhir atau dibakar. Angka rendah ini terjadi karena keterbatasan teknologi, biaya pengolahan yang mahal, serta perbedaan jenis plastik yang sulit dipisahkan. Akibatnya, upaya mengurangi sampah plastik berjalan sangat lambat.

3. Munculnya mikroplastik.

Dilansir dari WHO, mikroplastik ditemukan dalam air minum, hasil laut, serta udara yang kita hirup. Partikel kecil ini dapat masuk ke dalam tubuh manusia, meskipun dampak kesehatannya masih dalam penelitian lebih lanjut. Keberadaan mikroplastik menunjukkan bahwa polusi plastik telah menyebar hingga ke tingkat yang sulit untuk dikendalikan.

Krisis Iklim

Selain masalah plastik, pemanasan global juga menjadi tantangan besar yang menyebabkan perubahan iklim di berbagai wilayah dunia. Dilaporkan dariIPCC, suhu rata-rata global telah naik sekitar 1,1 derajat Celsius dibandingkan masa sebelum industri akibat penumpukan gas rumah kaca di atmosfer.

Peningkatan suhu ini memicu berbagai peristiwa ekstrem seperti gelombang panas, banjir besar, dan kekeringan yang berkepanjangan, yang mengganggu keseimbangan ekosistem serta kegiatan ekonomi. Jika emisi tidak segera dikurangi secara signifikan, para ilmuwan memprediksi bahwa pemanasan global dapat melebihi ambang batas 1,5 derajat Celsius dalam sepuluh tahun mendatang, meningkatkan potensi bencana yang lebih luas.

Peningkatan suhu global yang terus berlangsung belum diimbangi dengan upaya pengurangan emisi yang optimal. Berbagai dampak perubahan iklim kini semakin jelas terlihat di berbagai daerah. Berikut tiga isu utama yang menjadi perhatian dalam krisis iklim dan memengaruhi kehidupan manusia secara luas.

1. Peningkatan kadar gas rumah kaca yang terlepas ke atmosfer.

Dilansir dari IPCC Sixth Assessment Report, tingkat emisi karbon dioksida global mencapai angka tertinggi dalam dekade terakhir, dipengaruhi oleh penggunaan bahan bakar fosil dan penebangan hutan. Gas rumah kaca ini menahan panas di lapisan atmosfer, yang menyebabkan peningkatan suhu rata-rata dunia. Jika emisi tidak segera dikurangi, pemanasan global diperkirakan akan melebihi ambang batas 1,5 derajat Celsius dalam beberapa dekade mendatang.

2. Fenomena cuaca ekstrem.

Dilansir dari WMOPeningkatan suhu bumi memperparah terjadinya gelombang panas, banjir luar biasa, dan kekeringan yang berlangsung lama di berbagai daerah. Peristiwa ini mengganggu produksi pangan, merusak fasilitas umum, serta membahayakan kesehatan penduduk. Akibatnya, ketimpangan sosial semakin meningkat, khususnya di negara-negara yang sedang berkembang dengan kemampuan penyesuaian yang terbatas.

3. Kenaikan permukaan laut.

Dilansir dari NOAA, permukaan laut dunia telah meningkat lebih dari 20 sentimeter sejak awal abad ke-20 karena pemanasan air laut dan pencairan es di kutub. Kenaikan ini membahayakan daerah pesisir, termasuk pemukiman padat penduduk dan lahan pertanian yang subur. Tanpa tindakan pengurangan yang signifikan, jutaan orang berisiko kehilangan tempat tinggal mereka pada akhir abad ini.

Mengapa Isu-isu Ini Berkaitan satu sama lain?

Krisis plastik dan krisis iklim saling terkait melalui rantai pasok bahan bakar fosil, infrastruktur pabrik, serta kebiasaan konsumsi masyarakat global. MenurutIEA, mengurangi penggunaan plastik baru tidak hanya mengurangi jumlah sampah, tetapi juga mengurangi emisi yang dihasilkan oleh industri petrokimia.

Laporan Ellen MacArthur Foundation menunjukkan bahwa penerapan ekonomi sirkular mampu mengurangi hampir 40 persen emisi dari sektor plastik.

Sementara itu, UNEP menekankan bahwa peralihan energi menuju pengurangan penggunaan bahan bakar fosil juga akan mengurangi ketersediaan bahan baku murah untuk plastik. Oleh karena itu, kebijakan yang efektif harus melibatkan berbagai sektor, yaitu pengendalian produksi, perancangan ulang produk, investasi dalam ekonomi sirkular, serta percepatan pengurangan karbon harus dilakukan secara bersamaan.

Post a Comment

Previous Post Next Post