
MasRizky , Jakarta - Suatu penelitian terbaru dimuat di Jurnal Kosmologi dan Fisika Astropartikel mengungkap alam semesta Kemungkinannya bisa berakhir lebih awal daripada apa yang pernah diprediksikan sebelumnya oleh manusia. Para peneliti mengulas kembali skenarionya saat melihat benda-benda terpadat dalam jagad raya—dimulai dengan bintang Katai putih, bintang neutron, serta lubang hitam—secara perlahan mulai kehilangan massanya karena proses peluruhan kuantum.
Riset tentang masalah probabilitas dalam fisis kuantum — yang berkaitan dengan proses halus yang mentransfer energi dari benda lewat fenomena perubahan spasial dan temporal — ini diprakarsai oleh Heino Falcke, seorang ahli fisika teoritis dari Universitas Radboud di Belanda. Menurutnya, "Maka akhir sesungguhnya bagi alam semesta tiba lebih awal dibanding perkiraan namun beruntung masih akan memerlukan durasi yang amat panjang." Demikian dilansir dari tinjauan tersebut. Earth Pada hari Selasa, tanggal 10 Juni tahun 2025.
Berdasarkan perkiraan awal, alam semesta diprediksikan akan lenyap seluruhnya kira-kira setelah 10 pangkat 1.100 tahun mendatang. Akan tetapi, temuan studi paling baru ini memperlihatkan perkiraan masa depan yang jauh lebih singkat, yakni sekitar 10 pangkat 78 tahun—artinya ada satu disusul oleh 78 angka nol—meski demikian itu masih menjadi periode sangat lama bila ditilik dari sudut pandang umat manusia.
Mekanisme radiasi Hawking juga dulu dipandang hanya berlaku untuk black hole. lubang hitam . Studi terbaru di Jurnal Kosmologi dan Fisika Astropartikel Itu menerapkannya lebih lanjut pada benda-benda padat lainnya, berdasarkan prinsip bahwa kelentukan spasio waktu yang ekstrim bisa memisahkan sepasang partikel kuantum, sehingga membolehkan salah satu dari mereka meloloskan diri dan membawa sejumlah energi kecil bersamanya.
Walaupun lubang hitam diakui sebagai objek paling membingungkan, ciri khasnya tanpa adanya permukaan malah menyebabkan proses penguraian terjadi dengan lebih perlahan. " Black hole ") menyerap kembali sebagian dari radiasi miliknya, hal ini yang membuat proses itu menjadi lebih lambat," kata Michael Wondrak, salah satu penulis studi tersebut, dia adalah peneliti pascadoktoral dalam bidang astrofisika di Universitas Radboud.
Berdasarkan kalkulasi terbaru, lubang hitam akan lenyap setelah kurang lebih 10 pangkat 67 tahun, bersamaan pula dengan akhir dari berbagai bintang padat lainnya. Efek tersebut mungkin tidak begitu mencolok pada benda-benda dengan kepadatan rendah layaknya Bulan; namun, untuk objek yang memiliki kepadatan tinggi, proses penguraian itu menjadi sangat menonjol. Objek-objek yang semakin rapuh dan padat maka akan mengalami siklus hidup yang cenderung lebih singkat.
Peneliti-peneliti menyatakan bahwa langkah itu takakan memengaruhi kehidupan saat ini. Bintang-bintang yang masih menerangi angkasa, layaknya Matahari, akan mengakhiri hidup mereka dengan cara normal jauh sebelum fenomena degradasi kuantum ini terjadi.
Penelitian tentang akhir alam semesta ini menimbulkan berbagai pertanyaan baru terkait dengan hal yang akan tertinggal ketika bintang-bintang terakhir kehabisan energi. Selain itu, ada pula misteri berkaitan dengan bagaimana fenomena tersebut berhubungan dengan teori multiverse atau sisa-sisa alam semesta masa lalu.
Post a Comment