
JAKARTA, MasRizky – Kegiatan tambang nikel di Raja Ampat, Papua, menghadapi penentangan kuat dari warga setempat dan pengusaha wisata.
Kecemasan utamanya berasal dari kemungkinan dampak negatif pada kondisi alam, interupsi terhadap jaringan biologi perairan, serta risiko bagi industri wisata yang merupakan fondasi perekonomian warga setempat.
Masalah tersebut selanjutnya menyebar ke sektor industri otomotif, terlebih lagi berkaitan dengan kendaraan listrik (EV), mengingat nikel merupakan komponen penting dalam pembuatan baterai untuk mobil listrik.
Narasinya Tentang Nikel dan Sektor Otomotif Harus Diperbaiki
Merespons masalah tersebut, Rifkie Setiawan selaku Kepala Departemen Merek di PT Chery Sales Indonesia (CSI) berpendapat bahwa pandangan yang menyatakan bahwa penggunaan nikel hanya terbatas pada industri otomotif harus diperbaiki. Dia menjelaskan, “Meskipun ada beberapa merek kendaraan listrik bebas emisi (BEV) yang memakai nikel sebagai komponen penting dalam baterainya, tetapi persepsi publik yang seperti itu adalah tentang fokus sepenuhnya pada bidang transportasi tidak akurat.” Begitu katanya.
Rifkie menyebutkan bahwa sekarang sudah ada berbagai pabrikan otomotif yang bermigrasi menuju teknologi baterai yang lebih hijau dan tak menggunakan nikel, misalnya Lithium Iron Phosphate (LFP). Dia menambahkan, "Walau demikian, masih banyak juga yang memilih material alternatif lain, contohnya pada mobil listrik asli dari Chery seperti model E5 dan J6, yang keduanya menggunakan tipe LFP dengan zat besi sebagai komponen utama."
Dia juga menggarisbawahi keharusan untuk melakukan kritik terhadap teknologi baru dengan cara yang seimbang serta didasari pada data yang tepat. Sejauh ini, realitanya adalah bahwa pemanfaatan nikel hingga saat ini hanya mencapai 15%, sementara proyeksinya akan meningkat menjadi 35% dalam industri otomotif menurut verifiedmarketreport.com Mayoritas sisa kontribusinya ada di sektor industri baja tahan karat, yang menyumbang sekitar 85 persen dan diperkirakan akan menurun menjadi 65 persen," ujarnya.
Baterai Kendaraan Listrik Chery Tidak Memuat Nikel
Rifkie menambahkan bahwa mobil listrik Chery yang diedarkannya di Indonesia tidak memakai nikel pada baterenya. Menurutnya, jika melihat statistik penjualan kendaraan BEV di tanah air, sebagian besar peminat ternyata lebih cenderung ke model dengan sel baterai yang terbuat dari material alternatif tersebut.
MENARIKNYA, Chery menduduki peringkat keempat dalam penjualan kendaraan listrik tanpa emisi (BEV) di Indonesia antara Januari dan April tahun 2025. Dia menggarisbawahi bahwa hal ini seharusnya mencerminkan tendensi yang dapat membatasi penggunaan nikel sebagai komponen utama pada baterai, mulai ditandainya respon industri otomotif Indonesia terhadap perkembangan tersebut.
Kekutuhan Pengertian Mengenai Teknologi Mobil Listrik Sangat Diperlukan
Hendro Sutono, pendukung kendaraan listrik dan juga perwakilan dari KOSMIK Indonesia (Komunitas Sepeda/Motor Listrik Indonesia), memberikan tanggapannya tentang masalah tersebut sambil menekankan kebutuhan akan pengetahuan lengkap mengenai teknologi mobil listrik. Dia menyatakan, "Dengan bertambahnya antusiasme dunia terhadap kendaraan bermotor elektrik (EV), ada beberapa pandangan yang mencurigai betapa ramah lingkungannya teknologi ini."
Menurut Hendro, salah satu kritikan yang kerap diajukan ialah tudian kalau mobil listrik, lewat keperluannya akan baterai, memacu penambangan nikel yang berdampak buruk pada lingkungan serta membahayakan komunitas setempat. Dia menjelaskan jika narasi itu dapat diartikan sebagai informasi yang menyesatkankan apabila tanpa didampingi oleh pemahaman menyeluruh seputar ragam baterai yang dipergunakan dalam kendaraan listrik masa kini.
Hendro menggarisbawahi betapa pentingnya kritik tentang pengaruh lingkungan dari penambangan nikel, namun ia juga berpendapat bahwa membebani semua mobil listrik dengan tanggung jawab atas kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh penambangan nikel merupakan kesalahan persepsi. Ia melanjutkan, "Pada beberapa titik, cerita seperti itu justru digunakan oleh sekelompok orang yang merasakan dampak negatif dari perubahan energi, entah dalam hal ekonomi atau politik."
Transisi Ke Baterai LFP Pada Mobil Listrik
Hendro pun menggarisbawahi bahwa sebagian besar baterai mobil listrik dewasa ini sudah jarang menggunakan nikel. Menurutnya, data terkini menyatakan jika kebanyakan kendaraan listrik yang dihasilkan saat ini tak lagi memerlukan nikel sebagai komponen utama dalam baterainya.
Dia menyebutkan bahwa beberapa pemain utama dalam industri, seperti Tesla, BYD, serta beragam perusahaan otomotif di China, sudah mulai mengadopsi teknologi baterai LFP. Dia menambahkan, "Tercatat lebih dari 50% jumlah kendaraan listrik yang ada di pasaran global tahun 2024 akan memakai jenis baterai tersebut. Sementara itu, proporsinya di Tiongkok jauh lebih tinggi—sekitar 70%," tutupnya.
Pengetahuan publik tentang akibat lingkungan yang ditimbulkan oleh kegiatan penambangan nikel sungguh diperlukan.
Akan tetapi, diperlukan adanya pengetahuan yang lebih luas mengenai teknologi mobil listrik yang tersedia saat ini agar kritikan yang diajukan bisa bersifat membangun dan mendukung proses beralih ke sumber daya energi yang lebih lestari.
Post a Comment