
MasRizky, JAKARTA - Kromosom Y pada manusia, yang memiliki peranan signifikan dalam penentuan gender pria, sedang menyusut dengan sangat drastis.
Kerusakan genetika ini menciptakan pertanyaan besar: Apakah kaum pria sedang mendekati kepunahan? Walaupun hal tersebut mungkin tampak menyebabkan kecemasan, sangatlah vital untuk mempelajari ilmu yang ada di belakang pengurangan kromosom Y serta memahami apakah fenomena itu sungguh-sungguh menunjukkan akhir dari spesies jantan.
Dilansir dari laman timesofindia,
Kromosom Y adalah elemen penting dalam biologi pria. Ini mengandung gen SRY, yang merangsang pengembangan ciri-ciri jantan, seperti pembentukan testis serta produksi hormon maskulin.
Marker genetik ini khusus untuk jantan, diturunkan dengan sangat sedikit perubahan dari bapak kepada anak laki-laki, membantu para peneliti dalam mengikuti warisan paternal melewati beberapa generasi. Kestabilannya membuatnya menjadi alat penting dalam studi tentang nenek moyang serta perkembangan spesies manusia.
Kromosom Y tak sekadar menentukan gender; ia juga memiliki peranan vital dalam kesuburan laki-laki. Beberapa kondisi genetika yang berkaitan dengan kromosom Y bisa mempengaruhi keberlangsungan seorang pria dalam menjadi bapak, hal ini mementaskan betapa esensialnya kromosom Y bagi proses reproduksi.
Penurunan kromosom Y
Sejak 166 juta tahun lalu, kromosom Y telah terus melepaskan materi genetiknya. Pada awalnya, kromosom Y mempunyai sekitar 900 gen, namun saat ini jumlah tersebut menurun menjadi hanya 55 gen aktif saja. Penurunan ini dikarenakan oleh tidak adanya kemampuan pada kromosom Y untuk melakukan pertukaran material genetik (rekombinasi) layaknya kromosom-kromosom lainnya sehingga menyebabkannya perlahan-lahan rusak. Bila pola ini masih berlangsung maka diperkirakan bahwa kromosom Y akan lenyap total setelah kurang lebih 11 juta tahun mendatang.
Penurunan tersebut sudah menimbulkan ketidaknyamanan terkait dengan nasib identifikasi gender jantan. Apabila kromosom Y sirna, bisa-bisa lahirnya bayi lelaki akan semakin jarang, yang pada gilirannya mungkin mendatangkan kepunahan kaum adam sebagaimana yang kita kenali saat ini.
Kehilangan kromosom Y bukan otomatis menjadi bencana untuk sebuah spesies. Dua jenis hewan pengerat, yaitu tikus mol dari Eropa Timur dan tikus berduri asal Jepang, sudah kekurangan kromosom Y tetapi masih bisa bertahan hidup dengan baik. Di dalam kedua hewan pengerat tersebut, gen-gen sebelumnya di kromosom Y telah dipindahkan ke kromosom lain, sehingga proses reproduksi jantan dapat terjadi secara kontinu.
Studi yang dirilis pada tahun 2022 dan dipublikasikan dalam Proceedings of the National Academy of Sciences menjelaskan bahwa spesies tikus bermahkota taji tersebut sudah membangun gen pengendali seks laki-laki baru di samping gen SOX9 pada kromosom ke-3, sehingga dengan cepat mengambil alih peran gen SRY yang lenyap dari kromosom Y. Temuan penting ini memberikan peluang bagi kemungkinan manusia bisa menciptakan sistem determinasi gender alternatif apabila kromosom Y tidak lagi ada.
Peluang lenyapnya kromosom Y berdampak pada nasib kehidupan manusia di masa mendatang. Berbeda dengan sebagian reptil yang mampu berkembang biak tanpa melalui proses seksual, mamalia—termasuk kita semua—memerlukan spermatozoa dan ovum agar bisa bereproduksi. Apabila kromosom Y sirna tanpa adanya sistem cadangan, ini bisa membahayakan eksistensi manusia serta menyebabkan ancaman terhadap spesies Homo sapiens.
Perkembangan gen baru yang mempengaruhi jenis kelamin, sebagaimana ditemukan dalam studi tentang tikus berduri, bisa saja juga terjadi pada manusia. Akan tetapi, ada potensi bahaya di sini. Apabila grup populasional yang berlainan mulai berkembang dengan mekanisme penetapan jenis kelamin yang berbeda-beda, maka kemungkinannya akan timbul variasi kromosom dan spesies manusia yang terisolir satu sama lain.
Post a Comment