Phenomenon ini juga mendorong beberapa penduduk setempat yang merupakan pelaku pertambangan beralih ke bidang lain, khususnya perladangan kelapa sawit. Akan tetapi, tidak semua memiliki kemampuan finansial untuk mengubah jalannya. Sejumlah penambang skala kecil masih menetap di tempat mereka lantaran berganti pekerjaan bukanlah tugas sederhana, terlebih lagi dalam hal modal dan dukungan.
Budin, seorang pekerja tambang timah tradisional asal Bangka Selatan, bercerita tentang betapa sulitnya situasi di lokasi kerja saat ini yang sangat bertolak belakang dengan keadaan sepuluh tahun silam. Ia berkisah sambil bernada sedih tentang zaman dahulu ketika setiap penggaliannya selalu membuahkan hasil yang berlimpah.
"Jika sekarang mas bro, kalau ada pekerjaan lain lebih baik lakukan yang lain saja. Menetap di pertambangan itu sulit begitu-begitu saja. Berbeda dengan masa lalu ketika menusuk tanah satu ton bisa mendapatkan pasir timah," jelas Budin, Kamis (30/5).
Situasi yang ada menghadirkan dilema bagi Budin serta kawan-kawannya. Mereka memahami implikasinya pada lingkungan akibat kegiatan pertambangan, tetapi di sisi lain, opsi untuk bertahan dalam bidang tersebut adalah satu-satunya cara agar bisa bertahan hidup.
"Benar sekali, terkadang memang suatu dilema. Di satu sisi bisa merusak lingkungan, dan di sisi lain saat ini sektor ekonomi hanya bergantung pada hal tersebut. Oleh karena itu, kita hanya bisa pasrah," katanya.
Saat diminta berkomentar tentang potensi bergesernya fokus ke bidang pertanian, Budin menyatakan bahwa kendala utamanya adalah kurangnya dana serta ketiadaan dukungan dari pihak pemerintah. Dia mendoakan agar ada intervensi langsung dari negara guna memberikan peluang bisnis baru bagi orang-orang yang ingin meninggalkan industri penambangan.
"Berpindah ke pertanian tanpa modal menjadi tantangan, karena pemerintah tak memberikan dukungan bagi kami sehingga masih terjebak dalam situasi ini hingga saat ini. Lebih baik begitu daripada keluarga saya dan anak-anak tidak memiliki sesuap nasi," ucapnya.
Selanjutnya, Budin mengungkapkan doanya terhadap para pemimpin untuk menjadi lebih perhatian terhadap situasi masyarakat kurang mampu. Dia ingin para pemimpin mendatang dapat memahami serta menyelesaikan masalah yang dialami oleh penduduk desa.
"Harapan kami agar para pemimpin masa depan dapat menyaksikan situasi ekonomi masyarakat di lapisan bawah. Kami adalah orang biasa jadi hanya bisa mengandalkan pemerintah saja, terutama dalam hal membayar uang sekolah, hidup sehari-hari, serta pengeluaran untuk perawatan kesehatan. Mudah-mudahan nantinya mereka akan bertindak dengan integritas dan meningkatkan kondisi ekonomi kita," imbuh Budin sambil mengekspresikan keyakinannya.
Cerita Budin hanya salah satu dari berbagai suara yang berkumandang di Pulau Bangka saat ini. Di mana sumber daya alam semakin berkurang dan ekonomi setempat sangat bergantung pada hal tersebut, masalah nyata yang ada ialah mencari cara untuk memindahkan arus ekonomi tanpa meninggalkan orang-orang yang telah lama menjadi fondasi bagi sektor usaha masyarakat.
Post a Comment