
Masrizky , JAKARTA — Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS mulai bergerak lebih kuat di awal sesi perdagangan hari ini, Kamis (23/5/2025), mencapai angka Rp16.321. Di sisi lain, mata uang negara-negara Asia yang lain menunjukkan pergerakan yang tidak seragam.
Mengutip data Bloomberg Pada pukul 09.00 WIB, nilai tukar rupiah bergerak menguat sebesar 0,04% menjadi Rp16.321 untuk setiap dolar Amerika Serikat. Sementara itu, indeks dolar AS menurun 0,29% mencapai tingkat 99,66.
Pada saat yang sama, berbagai mata uang di wilayah Asia Pasifik menunjukkan pergerakan yang berbeda-beda. Yen dari Jepang mulai dengan penguatan sebesar 0,28%, sedangkan dolar Hong Kong justru melemah sekitar 0,04%. Dolar Singapura naik tipis sebanyak 0,15%, dolar Taiwan juga mengalami peningkatan meski hanya sebesar 0,02%, dan won Korea tercatat menguatkan diri hingga 0,44%.
Selanjutnya, peso Filipina bergerak turun sebesar 0,01%, rupee India merosot 0,42%, yuan Cina meningkat 0,06%, ringgit Malaysia naik 0,43%, serta baht Thailand bertambah 0,05% dibandingkan dengan dolar AS.
Melansir Reuters , dolar AS meningkat pada Kamis usai merosot tiga hari beruntun sebelumnya.
Penegasan itu sebagian disebabkan oleh pengesahan Rancangan Undang-Undang tentang penurunan pajak dan pembelanjaan masif dari Presiden Donald Trump oleh Dewan Perwakilan Rumah, sementara euro mengalami pelemahan menyusul rilis data yang mencerminkan situasi ekonomi yang kurang baik di kawasan euro.
UU Pajak skala luas milik Trump kini menjadi sorotan utama di pasarpadan penekenannya mendapat respons campuran antara rasa lega dan ketidakpastian. UU tersebut diproyeksikan bakal memperbesar beban hutang pemerintah yang telah melonjak tinggi.
Saat ini, pasar sedang memantau debat yang akan berlangsung dalam beberapa minggu mendatang di Senat yang dikendalikan oleh Partai Republik.
Lembaga Kongres untuk Anggaran yang netral secara politik mengestimasi bahwa undang-undang itu akan meningkatkan hutang Amerika Serikat menjadi tambahan US$3,8 triliun di atas jumlah total hutangnya yaitu US$36,2 triliun selama sepuluh tahun mendatang.
Sebaliknya, kegiatan usaha di Amerika Serikat mengalami peningkatan pada bulan Mei, berkat perlambatan dalam perang perdagangan antara pemerintahan federal tersebut dengan Tiongkok. Indeks Produksi Gabungan PMI AS buatan S&P Global, yang meliputi industri manufaktur serta layanan, meraut naik hingga 52,1 untuk periode itu dari angka 50,6 di bulan April sebelumnya. Nilai lebih tinggi dari 50 menyiratkan pertumbuhan di ranah swasta.
Erik Bregar, yang merupakan Direktur FX & Manajemen Risiko Logam Mulia di Silver Gold Bull, Toronto, menyebut bahwa dolar menerima sedikit dorongan berkat disetujuinya rancangan undang-undang tentang perpajakan. Meskipun demikian, peningkatan nilai dolar telah terlihat bahkan saat Dewan Perwakilan Rakyat Amerika Serikat memberikan persetujuannya, hal ini terjadi bersamaan dengan kelemahan data Purchasing Managers' Index zona Eropa.
"Kemarin tampaknya merupakan hari de-dolarisasi dalam perdagangan, namun hari ini sepertinya bergerak ke arah sebaliknya. Laporan PMI Amerika Serikat yang melebihi ekspektasi ikut mendorong perubahan tersebut," jelasnya.
Post a Comment