Kebijakan tarif resiprokal dari Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump bisa membuat beberapa negara merasakan dampaknya ke pertumbuhan ekonomi. Meski begitu, untuk Indonesia kebijakan tersebut tak terlalu terdampak bahkan ekonomi Indonesia juga disebut dapat bertumbuh lebih cepat dari Singapura.

Anggota Dewan Ekonomi Nasional (DEN) dan juga ekonom Chatib Basri mengatakan bahwa pertumbuhan ekonomi yang lebih pesat di Indonesia dibanding Singapura meskipun ada kebijakan tariff dari Trump dapat dicapai berkat ukuran eksport yang relatif rendah terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) di Indonesia.

Dia menyebutkan bahwa sumbangan dari ekspor Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) hanyalah sebesar 25%, serta bagian ekspor Indonesia ke Amerika Serikat mencapai kisaran 10%. Angka tersebut di bawah proporsionalitas ekspor Singapura terhadap PDB-nya.

"Oleh karena itu, efeknya akan agak terkendali. Sehubungan dengan hal tersebut, saya sangat percaya bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini bakal melebihi Singapura," ungkap Chatib saat menghadiri DBS Asian Insight Conference di Hotel Mulia, Jakarta Selatan pada hari Rabu (21/5).

"Mengapa seperti itu? Karena di Singapura, perbandingan antara ekspor dengan Produk Domestik Bruto dapat mencapai kisaran 120 hingga 180 persen," jelas dia.

Bukan hanya diperbandingkan dengan Singapura, Chatib juga mengukur proporsional dari ekspor terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Vietnam yang mencapai sekitar 90 persen.

Mengingat kondisi sekarang, Chatib menyatakan bahwa Indonesia masih akan menjaga pertumbuhan ekonomi yang cukup pesar di kawasan Asia Tenggara. Namun demikian, ia tidak menyangkal adanya potensi dampak pada ekonomi negara kita.

“Tentu saja, ekonomi Indonesia tetap akan terdampak, dan menurut perkiraan saya dampaknya sekitar 0,5 persen. Jadi jika proyeksi awalnya adalah 5 persen, mungkin kita akan mengalami pertumbuhan ekonomi sekitar 4,5 persen tahun ini,” ujar Chatib.

Berkenaan dengan persaingan harga yang terjadi, Chatib menyebutkan bahwa akan ada banyak pindahnya lokasi produksi barang-barang dari China ke negara-negara di ASEAN seperti Vietnam dan Indonesia. Walau begitu, Indonesia memiliki kesempatan yang lebih baik untuk mengejar peluang tersebut.

"Mari melihat surplus perdagangan antara Vietnam dan Amerika Serikat yang mencapai kira-kira 120 miliar dolar. Sementara itu, surplus perdagangan Indonesia terhadap AS berkisar diangka 19 miliar dolar. Oleh karena itu, bagi kami, masalah ini akan lebih sederhana diselesaikan bersama AS," ungkap Chatib.

Apabila mengharapkan harga yang lebih terjangkau, Chatib menjelaskan bahwa Vietnam perlu meningkatkan impornya dari Amerika Serikat sebanyak 11 hingga 12 kali lipat. Ini merupakan tantangan besar. Oleh karena itu, ia berpendapat bahwa pemindahan lokasi produksi dari Cina ke Indonesia dapat menciptakan tekanan ekstra bagi negara kita.

Berdasarkan kebijakan tariff balasan dari Trump, Indonesia dijatuhkan tarifnya sebesar 32%, sedangkan Vietnam menghadapi bea yang lebih tinggi yaitu 46%.

Post a Comment

Previous Post Next Post