
Masrizky, JAKARTA — Empat negara akan menerima pengawasan ekstrem menurut peraturan anti-deforestasi Uni Eropa. Sementara itu, beberapa negara dengan area hutan besar seperti Brasil serta Indonesia tidak masuk dalam kategori yang diatur secara ketat tersebut.
Menurut aturan yang ditetapkan oleh Uni Eropa, produk-produk yang masuk dari Belarus, Myanmar, Korea Utara, serta Rusia diklasifikasikan sebagai bahan dengan potensi kerusakan hutan yang signifikan.
Negara seperti Brazil dan Indonesia, yang sejarahnya menunjukkan adanya deforestasi parah, dikelompokkan dalam kategori risiko rendah sehingga menerima inspeksi kompliance yang kurang ketat untuk ekspornya ke Eropa.
Peraturan perdana sejagad ini bakal mewajibkan pengecekan menyeluruh terhadap bisnis-bisnis yang mengeluarkan barang-barang seperti kedelei, daging kerbau, minyak pohon kelapa, getah kayu, biji cacao, kopi, serta coklat menuju pangsa Pasar Uni Eropa. Aturan tersebut mendapat tentangan kuat dari beberapa negeri misalnya Brazil dan Indonesia karena dipandang sebagai beban tambahan dengan biaya tinggi.
Perbedaan penting antara kedua kelompok itu adalah bahwa negara-negara UE wajib melaksanakan penilaian kesesuaian yang mengandung 9% perusahaan ekspor dari negeri dengan risiko tinggi, 3% berasal dari negeri dengan risiko sedang, serta hanya 1% bagi negeri dengan risiko rendah.
Amerika Serikat masuk ke dalam kategori negara dengan tingkat resiko rendah, sehingga perusahan-perusahaannya masih diminta untuk mendapatkan data terkait jaringan suplai mereka. Akan tetapi, hal ini tidak melibatkan penilaian atau pengelolaan risiko kerugian hutan.
Perusahaan-perusahaan dari negara-negara dengan risiko tinggi maupun risiko sedang harus mengungkapkan waktu dan tempat produksi barang-barang mereka serta menyediakan data yang bisa dicek kebenarannya untuk memastikan bahwa produk-produk ini bukan berasal dari area bersih setelah tahun 2020.
Anggota dari organisasi non-profit Global Witness bernama Giulia Bondi menjelaskan bahwa mereka mengecam kebijakan Uni Eropa yang menerapkan pengawasan paling ketat hanya terhadap empat negara saja. Meski demikian, dia juga menyebutkan bahwa wilayah-wilayah berisiko rendah masih harus mematuhi sejumlah prosedur verifikasi kendati lebih ringkas dan mudah.
"Praktisnya, hal tersebut seharusnya tak mengurangi keefektifan aturan ini dalam melindungi hutan," katanya seperti dilaporkan Bloomberg pada hari Jumat, 23 Mei 2025.
Direktur dari Rainforest Foundation Norway (RFN), Toerris Jaeger, mengungkapkan bahwa organisasinya kurang begitu yakin dan menyuarakan permintaan agar Uni Eropa meningkatkan pengawasan mereka.
"Benar-benar tak rasional jika Brazil, negara penyebab 42% kerugian hutan tropis di tahun 2024—lebih dari dua kali lipat dibandingkan dengan tahun sebelumnya—tidak dievaluasi sebagai risiko tinggi," katanya.
Kelompok itu menyebutkan bahwa mereka sudah menandai negeri-negeri sesuai dengan bukti dan penelitian ilmiah. Peraturan Uni Eropa ini bakal efektif pada pertengahan tahun 2025 bagi bisnis skala besar serta dimulainya bulan Juni 2026 untuk usaha yang lebih kecil. Tidak taat terhadap aturan ini bisa membawa konsekuensi denda mencapai 4% dari total pendapatan perusahaan dalam wilayah Uni Eropa.
Post a Comment