MasRizky Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kabupaten Kuningan telah mengeluarkan peraturan yang melarang pembawaan ponsel oleh murid-murid semua satuan pendidikan (Satdik). Keputusan ini dibuat dengan mempertimbangkan beberapa faktor untuk kemaslahatan siswa-siswa tersebut.

Ironisnya, larangan itu justru mendapat penolakan dari mantan pegawai lokal yang pernah menjabat sebagai Kepala Bidang Budaya di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kuningan, Dodon Sugiharto. Meskipun dia tidak merendahkan niat baik kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Kuningan, Uu Kusmana, tetapi ia agak memiliki perspektif lain terkait hal ini.

Berdasarnya pengetahuan dia, pada masa lalu pernah ada aturan yang mensyaratkan murid harus membawa ponsel untuk dapat ikut serta dalam proses belajar di sekolah. Aturan tersebut menimbulkan masalah bagi banyak orang tua, khususnya mereka yang berasal dari kalangan berpenghasilan rendah. Oleh karena itu, keputusan baru yang dirilis oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Kuningan saat ini tampak bertentangan dengan tujuan semula atau tidak efektif secara fungsional.

Harus disadari bahwa perangkat mobile serta kawan-kawannya adalah bukti kemajuan zaman dalam ranah teknologi informasi dan komunikasi. Mereka diciptakan dengan tujuan meringankan berbagai tugas yang ada dalam rutinitas harian kita, entah itu di rumah tangga, tempat kerja atau bahkan institusi pendidikan. Melalui ponsel cerdas dan jenis-jenisnya tersebut, rasanya seperti dunia saat ini telah menjadi sangat terhubung dan tak lagi lebar bagai dedaunan kelor.

"Kita dapat melakukan komunikasi visual dengan orang-orang dari seluruh penjuru dunia cukup melalui perangkat mobile. Sama halnya, kita pun bisa cepat mengakses informasi tentang apa yang terjadi saat ini atau bahkan acara yang telah berlalu beberapa tahun silam. Ini membuktikan bahwa adanya ponsel sungguh amat diperlukan," ungkapnya.

Dia berkisah tentang pengalaman sebagai guru Bahasa Indonesia yang telah bertahan selama 14 tahun. Jika disbanding dengan era saat ini tentunya sangat berbeda. Karena dia merenungkannya, betapa menyenangkannya bila ia bisa mendampingi siswa-siswa masa kini, dimana segala macam materi pembelajaran tersedia dalam platform media sosial (medsos), sehingga tak lagi memerlukan buku teks resmi. Contohnya, ketika mengajarkan bidang studi seperti sastra, puisi, cerita pendek, atau drama serta hal-hal lainnya, tak perlu khawatir karena semuanya dapat dicari melalui medsos saja. Membiarkan anak didik mengeksplorasi terlebih dahulu lewat tontonan video edukatif tersebut, kemudian dilanjutkan diskusi bersama untuk pemahaman lebih lanjut beserta praktekkannya langsung. Metode itu dinilai lebih produktif dan hemat waktu.

Ini berarti bahwa setiap kali ditemukan teknologi terbaru, pasti ada potensi untuk efek yang merugikan bila digunakan dengan cara salah sehingga dapat menciptakan bahaya serius bagi manusia. Misalnya seperti nuklir, obat-obatan, senjata, dll. Akan tetapi, cukup tidak tepat menghindari perkembangan jaman cuma karena khawatir pada konsekuensinya yang negatif.

Seharusnya, kita mengambil manfaatnya sambil bekerja sama untuk meminimalkan efek negatifnya. Seperti halnya pisau yang diciptakan oleh tukang besi, bukan bermaksud digunakan sebagai senjata pembunuh melainkan untuk kebutuhan sehari-hari di dapur. Tetapi kenyataannya, lebih dari 90% kasus pembunuhan dilakukan dengan menggunakan pisau sebagai alatnya.

Oleh karena itu, tinjau ulang terhadap aturan yang mencegah penggunaan ponsel di sekolah perlu dilakukan mengingat hal tersebut bertentangan dengan perkembangan teknologi modern. Hal ini bisa justru menciptakan lebih banyak ketidaknyamanan serta menimbulkan berbagai pelanggaran dan tantangan baru. Nantinya, jika para siswa menanyakan alasan mereka dilarang membawa gadget tetapi guru dapat membawanya, bagaimana kita akan menjelaskannya?

" katanya.***

Post a Comment

Previous Post Next Post