Masrizky.CO.ID - JAKARTA. Komitmen pemerintah untuk menggenjot produksi minyak dan gas bumi demi mencapai kemandirian energi bisa jadi berita baik bagi para pemain di bidang itu. Seiring dengan kemungkinan kedatangan beberapa raksasa industri migas internasional ke proyek-proyek domestik, sektor ini pun semakin terlihat prospektif.

Sebagaimana telah dikenal, pada hari Jumat tanggal 16 Mei kemarin, Presiden Prabowo Subianto menghadiri peresmian pembukaan produksi pertama dari dua ladang minyak dan gas, yakni Ladang Forel serta Terubuk yang terletak dalam Area Kontrak (AK) Selat Natuna Dalam Blok B, Kepulauan Riau.

Dua lapangan ini dikelola oleh Medco E&P Natuna Ltd yang merupakan anak usaha dari PT Medco Energi Internasional Tbk ( MEDC ).

Produksi dari area tersebut akan meningkatkan suplai energi dalam negeri hingga 20.000 barel minyak per hari (bopd) serta 60 juta kaki kubik standar gas per hari (mmscfd), yang secara keseluruhan setara dengan sekitar 30.000 barel minyak ekivalen per hari (boepd).

Di samping itu, terdapat pula sejumlah proyek minyak dan gas lainnya yang akan berjalan pada tahun 2025. Salah satunya adalah Proyek Garis Produksi Bentu oleh EMP Bentu Ltd, perusahaan anak dari PT Energi Mega Persada Tbk ( ENRG ) yang dijadwalkan untuk mulai diproduksi pada kuartal II-2025.

Di kuartal kedua tahun 2025, pengembangan lapangan gas Karamba diperkirakan akan dimulai operasinya. Selain itu, ada juga proyek Chemical Enhanced Oil Recovery (CEOR) Minas di Blok Rokan yang direncanakan untuk memulai operasionalnya pada bulan Desember tahun 2025.

Investment Analyst Infovesta Utama Ekky Topan mengatakan, rencana pemerintah yang memperkuat kemampuan produksi migas domestik jelas menjadi sentimen positif bai emiten produsen migas seperti MEDC, ENRG, PT Rukun Raharja Tbk ( RAJA ), sampai ke PT Raharja Energi Cepu Tbk (صند RATU ).

Secara singkat, dampaknya dapat langsung meningkatkan produksi dan pendapatan dari para penghasil minyak dan gas. "Pada akhirnya, hal ini mungkin akan mendukung peningkatan efisiensi biaya per satuan produk dalam jangka waktu yang lebih lama, terutama bila kelak diberlakukan insentif pajak pada bidang energi fosil," katanya kepada kami, Rabu (21/5).

Chief Executive Officer (CEO) Edvisor Provina Visindo Praska Putrantyo menyatakan bahwa rencana untuk meningkatkan produksi minyak dan gas bisa menjadi dorongan positif bagi perusahaan-perusahaan energi yang sedang menghadapi dampak dari penurunan harga minyak dunia. Pandangan ini memiliki orientasi waktu yang lebih luasan atau jangka panjang.

Sebaliknya, Praska juga mengomentari rencana partisipasi 25 perusahaan minyak internasional dalam proyek-proyek lokal. Perusahaan-perusahaan terkemuka ini meliputi Chevron, TotalEnergies, serta Shell. Hal ini dapat pula memberikan dorongan positif kepada emiten yang bergerak di bidang energi.

Perusahaan minyak internasional umumnya lebih memilih bekerja sama dengan perusahaan energi nasional dalam pengelolaan area eksplorasi sumber daya alam. Sebagai ilustrasi, ada Proyek Minyak Blok Cepu yang dikendalikan oleh ExxonMobil, Pertamina, serta sejumlah entitas lokal lainnya. Selain itu, terdapat juga Proyek Minyak Blok Jabung yang ditangani bersama oleh PetroChina International, Pertamina, dan RATU.

"Benar, terdapat kompetisi untuk memperoleh kesempatan berpartisipasi dalam pengelolaan area-area minyak dan gas tersebut," ungkap Praska, pada hari Rabu (21/5).

Bukan hanya para pembuat produk, bahkan perusahaan jasa yang mendukung industri minyak dan gas pun dapat merasakan dampak darirencana kedatangan pemain-pemain internasional. Sejauh ini, berbagai proyek skala besar dalam bidang energi fosil tersebut biasanya ditangani oleh konsorsium, membuat peluang cukup terbuka bagi partisipasi perusahaan-perusahaan lokal.

"Kedatangan perusahaan multinasional sebenarnya dapat membuka kesempatan bagi emiten layanan minyak dan gas agar memperoleh proyek baru, karena para pemain internasional umumnya mencari partner lokal demi meningkatkan efisiensi bisnis," terang Ekky.

Meskipun begitu, emiten migas serta perusahaan jasa migas harus tetap waspada. Karena meski bagaimanapun, harga minyak mentah global saat ini masih cenderung naik turun, yang artinya risiko penurunan performa secara singkat masih mungkin terjadi.

"Kebijakan terkait perpindahan energi serta kemungkinan adanya aturan baru dapat menghambat performa dari para pemain saham dalam bidang ini," ujar Sukarno Alatas, Analis Saham dari Kiwoom Sekuritas, pada hari Rabu (21/5).

Menurut Praska, secara singkat, dampak negatif bagi perusahaan di sektor energi dapat muncul dari penurunan ketegangan geopolitis antara Amerika Serikat dan Iran, hal ini berpotensi mengurangi harga minyak global.

Selain itu, ketidakstabilan ekonomi dunia akibat potensi pemanasan kembalinya perang perdagangan bisa memiliki dampak merugikan pada permintaan minyak di pasar internasional.

Selanjutnya, Praska menyarankan untuk membeli saham MEDC dan ENRG dengan tujuan harga berturut-turut sebesarRp 1.300 per saham dan Rp 300 per saham.

Ekky berpendapat bahwa saham MEDC bisa menjadi pilihan yang menjanjikan bagi para pemegang modal karena kehadiran produksi terbaru dari WK Natuna. Harga target untuk saham tersebut diproyeksikan dapat naik hingga mencapai angka Rp 1.300 per lembar.

Dia juga menyarankan bahwa saham ENRG bisa dipertimbangkan sebagai investasi jangka pendek dengan target harga Rp 300 per saham, karena nilai yang masih terbilang menarik sertarencana penawaran pribadi untuk meningkatkan modal kerja.

Di bidang layanan minyak dan gas, Ekky mengusulkan kepada para pemodal untuk melihat saham ELSA sebagai pilihan investasi dengan perkiraan nilai antaraRp 600 sampai Rp 620 per lembar saham. Sebagai anggota dari Grup Pertamina, ELSA memiliki kesempatan baik dalam mendapatkan kontrak-kontrak jasa dari beragam projek eksplorasi dan eksploitasi sumber daya minyak serta gas bumi.

Menurut Sukarno, di antara semua emiten minyak dan gas serta jasa pertambangan, saham MEDC dan ELSA adalah yang paling layak untuk ditambahkan ke portofolio tahun ini karena prospek pengembangannya dan peluang mendapatkan kontrak besar. Sedangkan saham-saham emiten seperti ENRG dan RAJA dapat diamati dengan cermat sambil menantikan waktu yang tepat untuk berinvestasi.

Bagi taktik dalam waktu singkat, Sukarno menyarankan trading buy saham MEDC dengan sasaran harga antara Rp 1.215 sampai dengan Rp 1.235 per saham serta trading buy Saham ELSA memiliki tujuan harga sebesar Rp 545 sampai Rp 555 per saham.

Post a Comment

Previous Post Next Post