
Oleh: Daniel Kwan *)
MENGAPA Mengirim dana ke luar negeri dapat menjadi lebih sederhana dibandingkan dengan memantau pengiriman barang dalam kota?
Albert Lie mengajukan pertanyaan setelah berpuluh-puluh tahun merintis platform teknologi finansial di seantero ASEAN. Di bidang pembayaran, antarmuka pemrograman aplikasi (API) secara instan serta mekanisme otomatisasi telah menjadi norma yang diterapakan.
Akan tetapi, pada praktiknya, banyak regu masih tergantung pada lembar kerja Excel, surel, serta peralatan tradisional hanya agar mengetahui posisi barang mereka saat ini atau penjualan kepada siapa yang akan datang selanjutnya.
Masalahnya dengan logistik hari ini mirip dengan situasi pembayaran sepuluh tahun silam — rumit, manual, dan lamban," jelas Lie. "Tetapi, serupa ketika kami memodifikasi bagaimana uang beredar melalui API, perubahan serupa dapat diterapkan pada bidang logistik.
Albert menjalani awal karirnya di sektor teknik di Xendit, tempat dia menjadi insinyur pertama di sana. Dia turut serta dalam mendirikan jaringan debet langsung pertama di wilayah Asia Tenggara dan memiliki kontribusi signifikan terhadap pengembangan sistem pembayaran yang saat ini menangani transaksi senilai miliaran rupiah.
Dia juga memainkan peran penting dalam pengepansionan Xendit ke Filipina. Selanjutnya, perusahaan tersebut menjelma sebagai unicorn teknologi finansial pertama di wilayah itu yang mendapat dukungan dari Y Combinator.
Pengarahannya dilanjutkan di Spenmo, tempat dia menempati posisi sebagai Wakil Presiden Teknik. Dia mengawasi pembuatan produk utama serta membantu dalam proses penarikan dana untuk ronde pendanaan seri A dan B hanya dalam jangka waktu yang tidak sampai satu tahun.
Pengalaman-pengalaman ini membentuk cara berpikirnya. Ia melihat bagaimana otomatisasi telah mengubah fintech, membuat transaksi menjadi lebih cepat, cerdas, dan andal. Namun, logistik tetap terjebak dalam siklus proses manual, pencarian prospek yang lambat, dan data yang acak-acakan.
"Pembayaran berkaitan dengan mentransfer uang. Sementara pengiriman berhubungan dengan mengantar barang. Perbedaannya adalah bahwa salah satunya telah diubah menjadi format digital. Yang lainnya masih sangat bergantung pada peralatan yang terpisah," jelasnya.
Untuk menyelesaikannya, Albert turut serta dalam pendirian Forward Labs di mana dia saat ini bertugas sebagai Ketua Teknologi Perusahaan (CTO).
Perusahaan ini mendukung para pebisnis dalam bidang logistik untuk mengambil keputusan yang lebih tepat melalui pemanfaatan data real-time serta teknologi artificial intelligence (AI). Laboratorium Forward merangkum berbagai macam data seperti gambar satelit, operasional gudang, hingga riwayat pengiriman. Selanjutnya, mereka mentransformasi data-data tersebut menjadi pemahaman yang sistematis dan bernilai.
Intelegensia dalam penjualan pada bidang logistik memiliki karakter yang berbeda dari SaaS atau sektor keuangan," katanya. "Informasi penting tak hanya ditemukan di platform-media sosial saja. Informasi tersebut lebih banyak tersimpan di dokumen serta dalam alur kerja operasional.
Platform ini berfungsi mirip dengan mesin pencari (Google), tetapi khusus untuk proses pengiriman. Sistem tersebut senantiasa ditingkatkan dan memberikan informasi kepada tim penjualan tentang pihak-pihak yang tengah giat dalam aktivitas pengiriman, individu atau kelompok yang semakin maju, serta area mana yang harus menjadi prioritas mereka ke depannya.
Kita bukan hanya menyelesaikan desain," ujar Lie. "Yang kita bangun adalah sebuah sistem yang sungguh mengerti tentang logistik dan mendukung tim dalam beraksi.
Cerita Albert bermula jauh dari industri teknologi. Dia mengawali karirnya di bidang nonprofit, mendirikan organisasi teknologi nonprofit global yang berkolaborasi dengan Bank Dunia. Dengan belajar otodidak, ia mulai mengeksplorasi bagaimana membuat perangkat lunak yang scalable, meluncurkan platform pertama kali untuk membantu remaja bekas tahanan menjalani hidup baru dalam masyarakat serta merintis bisnis mereka.
Saat ini, dia berperan sebagai pendamping untuk pembuat-pembuat lain dengan terlibat di beberapa komunitas elit seperti South Park Commons (yang didirikan oleh mantan Chief Technology Officer dari Dropbox dan juga wanita pioner dalam rekayasa di Facebook), serta Forbes Tech Council.
Perjalananku tidak terkait dengan orang-orang yang aku kenal," ucapnya. "Melainkan tentang menciptakan hal-hal yang sungguh bermanfaat.
Pada masa kini, Albert menggunakan pedoman serupa guna mendukung proses pengiriman agar bisa menyusul. Menurut pandangannya, fasilitas tersebut harus bermanfaat bagi seluruh lapisan masyarakat—not hanya kalangan bisnis yang sudah mapan.
*) Penulis independen yang berfokus pada sektor teknologi dan logistik, memiliki pengalaman dari perusahaan startup B2B di seluruh wilayah ASEAN dan ahli dalam meliput perkembangan digitalisasi di berbagai industri konvensional.
Post a Comment